tag:blogger.com,1999:blog-80413751225289108162024-02-06T18:33:15.296-08:00JangkrikKelompok Belajar Pendidikan Kritisnoelhttp://www.blogger.com/profile/05178235628799324791noreply@blogger.comBlogger5125tag:blogger.com,1999:blog-8041375122528910816.post-4014541347864839852015-08-26T01:07:00.000-07:002019-12-31T02:27:49.177-08:00Standarisasi dan Akreditasi dalam Pendidikan Tinggi<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: left;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><i><b>Oleh: Anne Shakka</b></i></span></div>
</div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Sabtu, 11 April 2015
adalah salah satu hari bersejarah di Program Pascasarjana Ilmu Religi dan
Budaya (IRB) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hari itu IRB mendapat
kunjungan dari dua orang <i>assesor </i>dari
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Seorang dari Universitas
Hasannudin, Makasar; dan seorang lagi dari Universitas Indonesia Jakarta.
Kunjungan yang menghebohkan seluruh fakultas dari hari Rabu, hari di mana
pemberitahuan akan visitasi tersebut datang. <o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Tiga hari sejak hari
pemberitahuan itu datang, IRB jadi penuh dengan keriuhan. Semua mahasiswa,
dosen, dan karyawan berbondong-bondong mempersiapkan diri untuk kunjungan
tersebut. Mulai dari memeriksa ulang borang akreditasi yang sudah dibuat pada
bulan November 2014, menata kelas yang akan digunakan untuk pertemuan,
mempersiapkan berkas-berkas administrasi dan bukti-bukti yang dibutuhakan,
sampai mencari hotel dan mobil untuk mobilitas kedua <i>assesor </i>yang akan datang tersebut.</span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><o:p></o:p><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Ketika hari Sabtu
datang, suasana IRB yang biasanya banyak tawa tiba-tiba menjadi terasa begitu
terburu-buru dan tegang. Saya ingat ketika acara pembahasan dilakukan dan
mahasiswa banyak yang menunggu di luar seakan-akan ada orang yang melahirkan di
dalam kelas. Begitu bapak dosen keluar dari kelas rasanya ingin saya tanyai,
“Lelaki atau perempuan, Pak?” Romo dan Mbak-mbak staf yang biasanya bisa diajak
becanda kapan saja tiba-tiba menjadi <i>‘senggol
bacok’ </i>hari itu.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Hingga akhirnya malam
datang dan evaluasi hari ini berlalu juga. Ada beberapa poin dari evaluasi yang
dengan sengaja saya catat malam itu ketika acara penutupan, yaitu tidak adanya
organisasi alumni, tidak jelasnya visi misi, tidak adanya pemasukan untuk
fakultas selain dari mahasiswa, kurang terlibatnya mahasiswa dalam penelitian
dosen, dan waktu kelulusan.<a href="file:///C:/Users/Sploon/Downloads/jangkrik%20blog.docx#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 11pt; line-height: 115%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Berikut akan saya jelaskan lebih lanjut beberapa poin-poin di atas seperti yang
dijelaskan oleh Bapak <i>Assesor. <o:p></o:p></i></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Pada bagian alumni,
diharapkan adanya suatu organisasi alumni yang jelas dengan struktur
kepengurusan yang jelas. Hal ini diperlukan karena organisasi alumni merupakan
jembatan antara perguruan tinggi dan masyarakat. Dari sini diharapkan akan
dapat dilihat peran dari alumni dalam masyarakat, baik itu peran secara
akademis maupun nonakademis dan terukur secara kuantitatif. Berarti dapat
diukur jumlah perannya. Peran seperti apakah yang bisa dihitung secara
kuantitatif? Hal ini saya pertanyakan karena di siang hari Sabtu tersebut sudah
terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dengan <i>asessor</i> prihal prestasi.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Begini kesaksian dari
mahasiswa yang mengikuti dialog tersebut:<a href="file:///C:/Users/Sploon/Downloads/jangkrik%20blog.docx#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 11pt; line-height: 115%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></a>
<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 35.45pt; text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 150%;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 35.45pt; text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<i style="line-height: 150%;"><span style="font-family: inherit;">Bapak
Assesor yang sedang berjalan-jalan di perpustakaan itu bertanya, apakah ada
dari mahasiswa IRB yang berprestasi. Lalu teman-teman mahasiswa menjelaskan
bahwa ada anak IRB yang menjadi kurator di acara Bienalle Yogyakarta, ada yang
berangkat untuk penelitian di Nigeria, ada yang mendapatkan beasiswa untuk
riset di Singapura. Lalu bapak tersebut bertanya lagi, “Bukan yang seperti itu,
ada nggak yang menang lomba begitu, satu saja.”</span></i></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Begitu cerita dari
beberapa teman yang mengikuti perjalanan dan dialog. <o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Semua kehebohan yang
saya ceritakan di atas adalah hal-hal yang terjadi demi suatu akreditasi.
Bagaimana suatu universitas berusaha memenuhi standar agar mendapat pengakuan
bahwa fakultasnya itu sesuai standar. Tidak peduli bagaimana budaya fakultas
dan universitas sebelumnya, tidak peduli sumber daya yang dimiliki, pokoknya
harus sesuai standar. Berikut akan saya ulas lebih lanjut mengenai akreditasi
dan standarisasi pada pendidikan tinggi dari sudut pandang Bank Dunia dan
Undang-undang.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: inherit;">Wajah
Pendidikan Tinggi Indonesia<o:p></o:p></span></b></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Pendidikan tinggi yang
ada saat ini di Indonesia maupun yang ada di seluruh dunia ini tidak bisa
terlepas dari pengaruh proses globalisasi yang terjadi saat ini. Dunia yang
semakin menyempit karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
transportasi. Saat ini seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain dari
belahan dunia lain hanya dalam hitungan detik, sesuatu yang tidak mungkin
terjadi setengah abad yang lalu. Hanya dalam satu generasi, dunia sudah berubah
dengan begitu cepat dan begitu hebatnya. Dan kita harus menyesuaikan diri
dengan semua perubahan itu, termasuk wajah pendidikan tinggi di seluruh dunia.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Globalisasi dan
integrasi ekonomi yang ada saat ini membuat batasan-batasan seperti batasan
wilayah dan kebangsaan semakin kabur dan bahkan menghilang. Hal ini dapat
terlihat dari meningkatnya tren orang yang berkuliah atau belajar di luar
negeri, ataupun menjadi pekerja di negara asing. Migrasi atau perpindahan ini
memiliki kecenderungan orang-orang dari negara berkembang atau dari negara
dunia ketiga yang mencari pendidikan atau kondisi pekerjaan yang lebih baik di
negara maju atau negara industri di Eropa, Amerika, atau Australia. Sangat sedikit
yang terjadi dengan kecenderungan yang sebaliknya. Tidak banyak pelajar dari
negara maju yang belajar ke negara berkembang, jika ada sebagian besar berupa
kursus singkat kebudayaan. Hal ini berbeda dengan kecenderungan orang belajar
di negara maju untuk mendapatkan pendidikan lanjutan yang baik, biasanya
setingkat master, doktoral atau post-doktoral (Altbach, 2003: 7).<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; page-break-after: avoid; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: justify;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbqlYhai0Zhg1uDapYGOWTup313hi4CZPdStMD_hnk4JoQoeCVj_EVI3WtDjjBfIsgJtTXvJnlGBVSaNAqstjUt5a0ApgJJWPSU7yUwlqYhZtNHw37a-w_R8fi6blInUJYEezItVPAFOUI/s1600/Capture.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-family: inherit;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbqlYhai0Zhg1uDapYGOWTup313hi4CZPdStMD_hnk4JoQoeCVj_EVI3WtDjjBfIsgJtTXvJnlGBVSaNAqstjUt5a0ApgJJWPSU7yUwlqYhZtNHw37a-w_R8fi6blInUJYEezItVPAFOUI/s1600/Capture.JPG" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small; text-align: justify;">Figure </span><span style="font-size: small; text-align: justify;">1</span><span style="font-size: small; text-align: justify;">. Jumlah pelajar yang bersekolah di luar negeri berdasarkan daerah tujuan pada tahun 2000 dan 2007<span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-size: 9pt; line-height: 13.8000001907349px;"><a href="file:///C:/Users/Sploon/Downloads/jangkrik%20blog.docx#_ftn3" name="_ftnref3" title="">[3]</a></span></b></span></span></span></span></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Perubahan dan dinamika
yang ada ini, mau tidak mau menuntut pendidikan tinggi untuk menyesuaikan
dirinya. Pendidikan harus dapat mengejar perkembangan teknologi dan perubahan
yang begitu cepat ini jika dirinya masih mau menjalankan perannya sebagai lembaga
yang “menghasilkan” manusia yang berkualitas, berkualitas sesuai dengan
zamannya tentu saja. Dalam penjelasannya mengenai perubahan pendidikan tinggi
yang ada di dunia saat ini, Altbach menjelaskan ada empat faktor besar yang
berpengaruh mengubah wajah pendidikan dunia saat ini yaitu masifikasi,
privatisasi, akuntabilisat, dan marketisasi (2003: 2). <o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Perubahan-perubahan
tersebut terjadi tidak terlepas dari perkembangan teknologi dan industri saat
ini. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah meningkatnya kebutuhan
tenaga kerja yang berkualifikasi pendidikan tinggi dan semakin menurunnya
permintaan akan tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan yang lebih rendah.
Hal ini kemudian menuntut orang-orang untuk menempuh pendidikan tinggi demi
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Peningkatan ini juga yang kemudian
menuntut pendidikan tinggi untuk melakukan masifikasi dalam institusinya.
Masifikasi ini juga didorong oleh berbagai program dari Bank Dunia seperti
Millenium Development Goals (MDGs) yang mendorong meningkatnya lulusan
pendidikan tinggi. Bagaimanapun juga, saat ini pendidikan tinggi masih dianggap
sebagai faktor penting dalam menjaga kestabilan ekonomi, politik, dan dianggap
dapat menopang demokrasi dalam suatu negara.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Perkembangan industri
yang ada saat ini kemudian membawa dampaknya pada adanya permintaan akan
akuntabilitas dan standarisasi pada dunia pendidikan. Hal ini juga tidak dapat
dilepaskan dari lembaga-lembaga terkait yang bekerja sama dengan universitas
itu sendiri. Salah satunya universitas membutuhkan lembaga lain baik itu
pemerintah ataupun swasta untuk membantu pembiayaan bagi dirinya. Hal ini
membuat universitas harus memiliki akuntabilitas dan transparansi dalam
pengelolaan lembaganya. Akuntabilitas ini untuk menjamin keterpercayaan lembaga
terkait dengan lembaga lain. <o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Selain itu, adanya
standarisasi juga dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja yang
berkualitas. Dengan adanya standar yang diakui bersama, perusahaan akan bisa
mengetahui bagaimana kualitas dari lulusan yang akan diterimanya dalam
perusahaan. Standar ini juga dibutuhkan jika seseorang ingin melakukan studi
lanjut di negara lain atau di institusi lain. Adanya standar ini seakan memberi
jaminan bahwa lulusan tersebut mampu untuk bekerja atau melanjutkan
pendidikannya. Hal ini bisa dengan mudah kita lihat pada persyaratan bekerja
atau persyaratan masuk universitas di mana mereka hanya mau menerima lulusan
dari universitas dengan akreditasi tertentu. Lembaga atau perusahaan akan
mempertimbangkan lagi jika orang tersebut berasal dari lembaga yang tidak
terakreditasi.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: inherit;">Standarisasi
Pendidikan Tinggi Indonesia dan Dunia<o:p></o:p></span></b></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Dari beberapa sudut
pandang, standarisasi memang bermanfaat untuk menjamin kualitas suatu lembaga
penyelenggara pendidikan tinggi. Standar yang juga diterapkan bagi tenaga
pengajar dan siswa hasil belajar dari lembaga tersebut. Dengan institusi yang
baik sesuai dengan standar yang ditetapkan maka “dianggap” hasil dari institusi
tersebut juga memiliki standar yang baik. Bagaimana cara mengukurnya? Salah
satunya adalah dengan melihat seberapa cepat lulusan dari institusi tersebut
diterima bekerja, lalu bagaimana tanggapan dari pengguna alumni tersebut.<a href="file:///C:/Users/Sploon/Downloads/jangkrik%20blog.docx#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 11pt; line-height: 115%;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Dari situ “dianggap”—lagi—bahwa seorang yang cepat diterima bekerja dan
disenangi oleh pengguna menjamin lulusan yang berkualitas. Namun sebenarnya,
apakah pendidikan itu sendiri? Apakah hanya sekadar mencetak manusia yang cepat
terserap di dunia kerja dan disukai oleh orang yang mempekerjakannya?<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Undang-undang nomor 12
tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi juga mengatur mengenai penjaminan mutu
dari pendidikan tinggi itu sendiri. Pada Bab III undang-undang tersebut
mengatur mengenai penjaminan mutu dalam pendidikan tinggi. Bagian tersebut juga
mengatur mengenai sistem penjaminan mutu, standar pendidikan tinggi,
akreditasi, Pangkalan data pendidikan tinggi, dan menegenai lembaga layanan
pendidikan tinggi. <o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Dalam pasal tersebut
dijelaskan bahwa penjaminan mutu pada pendidikan tinggi ini digunakan untuk
melihat apakah suatu lembaga pendidikan tinggi itu sesuai dengan standar yang
ditetapkan atau tidak. Pendidikan tinggi yang bermutu adalah pendidikan tinggi
yang mampu mengembangkan potensinya, menghasilkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berguna bagi masyarakat (Pasal 52 ayat 1). Sedangkan penjaminan
mutu ini sendiri diadakan untuk menjamin adanya pendidikan bermutu baik yang
bisa diakses oleh masyarakat. Secara lebih mendetail saya akan melihat dari
Borang Akreditasi mengenai indikasi apa saja yang diukur untuk menentukan apah
lembaga penyelenggara pendidikan tersebut berkualitas. <o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Dalam Borang mengenai
akreditasi, terdapat tujuh standar yang harus dipenuhi oleh suatu lembaga
pendidikan yaitu:<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 361.35pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Standar
1: Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, serta Strategi Pencapaian <o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 361.35pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Standar
2: Tata Pamong, Kepemimpinan, Sistem Pengelolaan, dan Penjaminan Mutu<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 361.35pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Standar
3: Mahasiswa dan Lulusan<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 361.35pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Standar
4: Sumber Daya Manusia<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 361.35pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Standar
5: Kurikulum, Pembelajaran, dan Suasana Akademik<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 361.35pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Standar
6: Pembiayaan, Sarana dan Prasarana, serta Sistem Informasi<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 361.35pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Standar
7: Penelitian, Pelayanan/Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerjasama<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 361.35pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Hal-hal
tersebut yang harus dipenuhi oleh universitas untuk melakukan penjaminan mutu
bagi lembaganya. Proses yang saya alami dalam akreditasi ini sebagian besar
merupakan suatu proses administratif yang sangat merepotkan karena melibatkan
data dalam jumlah yang sangat besar. Proses pemeriksaan yang dilakukan juga
sebatas memeriksa kelengkapan dalam data yang disediakan dan dipamerkan.
Pemeriksaan lain yang dilakukan adalah wawancara kepada dosen, mahasiswa,
alumni, dan pengguna atau orang yang mempekerjakan alumni. Dan dari situ
akreditasi akan ditentukan, sesederhana itu prosesnya. Ada kerja keras di
baliknya dan proses belajar mengajar yang sesungguhnya yang tidak dilihat oleh
Badan Akreditasi. Mungkin karena tidak ada sumber daya yang cukup untuk melihat
hal tersebut, mungkin juga karena kualitas manusia yang sebenarnya juga tidak
dapat diukur begitu saja dengan parameter tertentu.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: 361.35pt; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Di
sisi lain, akreditasi ini malahan mengurangi kualitas dosen dalam mengajar.
Akreditasi dan pekerjaan administrasi yang sangat banyak ini mau tidak mau juga
akan menyita waktu dan pikiran dosen, dan beberapa mahasiswa juga. Lebih lanjut
Altcbah juga menjelaskan bahwa akuntabilitas yang dituntut dari sebuah lembaga
pendidikan ini malah membatasi otonomi dari para akademisi dengan aturan-aturan
yang ketat dan pekerjaan administratif yang sangat banyak ini juga malah
meruntuhkan daya tarik pekerjaan akademis (2003: 2).<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: inherit;">Pendidikan
atau Penyingkiran<o:p></o:p></span></b></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Tidak bisa dipungkiri
bahwa sedikit banyak pendidikan sudah menjadi suatu komoditas ekonomi, dan
sebagai suatu komoditas maka pendidikan juga dipengaruhi oleh sistem kerja
pasar yaitu permintaan dan pemenuhan kebutuhan akan permintaan tersebut.
Bagaimana menentukan siapa saja siswa yang dapat diterima dalam suatu perguruan
tinggi ketika jumlah pendaftar jauh lebih tinggi dari kapasitas yang mampu
ditampung? Salah satu hal yang bisa menjawab hal tersebut ya dengan dilakukan
standarisasi. Universitas akan menentukan siapa saja yang berhak untuk menempuh
pendidikan di lembaga miliknya berdasarkan standar yang sudah dia tetapkan.
Standar itu bisa berupa kemampuan intelektual, kemampuan ekonomi, agama, suku,
jenis kelamin, apa saja lah yang menjadi nilai atau ideologi yang dianut oleh
universitas. Sekarang tinggal apakah proses standarisasi yang dilakukan itu
adil dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Standar diterapkan
ketika ada asumsi adanya kemampuan yang sama pada semua pihak untuk dapat
mencapai standar tersebut. Tetapi seperti yang dikatakan oleh Bourdieu dalam
buku tulisan <i>Haryatmoko </i>(2010), bahwa
dalam pendidikan yang dikatakan netral dan setara itu dalam kenyataannya tidak
demikian adanya, para peserta didik tersebut tidak memiliki kesempatan yang
sama. Keberhasilan dalam suatu pendidikan tersbut hanya mengacu pada dua
kriteria, yaitu proses belajar mengajar dan hasilnya yang diukur dari
kompetensi. Sedangkan latar belakang sosial dari peserta pendidikan tersebut
sama sekali tidak diperhitungkan (2010: 174).<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Altbach (2003) juga
menjelaskan akan adanya disparitas tersebut dalam sistem pendidikan dunia.
Adanya perbedaan infrastruktur dan sumber daya menjadi masalah yang menghantui
pendidikan dunia saat ini. Perbedaan-perbedaan ini yang coba diatasi oleh
pemerintah dari masing-masing negara dengan bantuan lembaga-lembaga keuangan
dunia. Pertanyaannya sekarang, jika misalnya Indonesia sudah bisa mendapatkan
infrastruktur yang sama dengan yang ada di lembaga pendidikan di barat, apakah
kita juga akan menjadi benar-benar setara dan sesuai standar? <o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Tampaknya tidak semudah
itu. Dalam penjelasannya mengenai adanya perbedaan mengenai pusat dan daerah,
Altbach mengungkapkan bahwa perbedaan itu tidak hanya mengenai permasalahan
sumber daya yang terbatas di negara-negara berkembang. Ada suatu relasi kekuasaan
yang tidak bisa disangkal terjadi di dunia pendidikan di dunia ini. Utara,
dalam hal ini adalah Amerika dan Eropa Barat, selalu menjadi pusat yang
menentukan standar dari pendidikan di dunia ini. Standar ini juga mencakup
topik-topik apa yang menarik untuk diteliti dan diulas dalam jurnal, sampai
pada standar penulisan ilmiah yang selalu mengacu pada standar yang diterapkan
di negara-negara tersebut. Belum lagi adanya permasalahan bahasa di mana dunia
pendidikan yang didominasi oleh bahasa Inggeris yang secara langsung
mendiskriminsi pada akademisi yang berasal dari negara-negara yang tidak
berbahasa Inggris. Disparitas bahasa ini juga menyulitkan untuk mengakses
sumber pengetahuan, melakukan penulisan, dan mendapatkan pengakuan
internasional (2003: 3-5). Hal ini merupakan standar yang lain lagi.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Dari sini dapat kita
lihat bahwa adanya standar itu di satu sisi untuk menjamin kualitas dari
pendidikan tinggi itu sendiri tetapi di sisi lain, standarisasi yang ada ini
juga merupakan suatu penyingkiran bagi orang-orang atau lembaga yang dianggap
tidak memenuhi standar. Lalu bagaimana dengan yang tidak memenuhi standar
tersebut? Apakah tidak berhak untuk mendapatkan pendidikan dan penghidupan yang
lebih layak? Tampaknya standar ini juga yang menyebabkan adanya praktik jasa
pembuatan skripsi dan jual beli ijazah. Seorang baru akan mendapatkan pekerjaan
atau jabatan dengan posisi tertentu dengan memiliki kualifikasi pendidikan
tertentu. Dan bagi yang ingin mudah, ada lembaga-lembaga yang menyediakan
jasa-jasa tersebut agar para konsumennya bisa mendapatkan posisi atau ijazah
yang dibutuhkan.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Lalu apakah standar itu
benar-benar menjamin kualitas? Rasanya paling mudah kembali pada IRB. IRB
sampai tulisan ini dibuat masih berstatus terakreditasi B dari BAN-PT, dan di luar
sana ada universitas lain dengan akreditasi B juga yang melakukan praktik jasa
pembuatan tugas akhir bagi para mahasiswanya. Dengan kerja keras yang sudah
saya lakukan sebagai mahasiswa di sini rasanya saya tidak bisa menerima begitu
saja adanya penyamaan kualitas lulusan hanya dari angka akreditasi yang
diberikan oleh Badan Akreditasi tersebut.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Pada Undang-undang nomor
12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pada Bab 1 menyatakan bahwa:<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 28.35pt; text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 28.35pt; text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Undang-undang dasar
negara Indoensia juga menjamin adanya akses yang sama akan pendidikan bagi
seluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa. Driyarkara juga
menyatakan bahwa pendidikan adalah bagaimana seseorang memasukan manusia muda
dalam masyarakat di mana dia berada. Pendidikan tidak hanya terkait dengan
apakah seseorang mampu menjadi pekerja yang baik atau tidak nantinya setelah
lulus. Pendidikan tidak hanya dilihat dari apakah seseorang melek <i>gadget </i>atau tidak. Pendidikan selalu
terkait tentang bagaimana pembentukan seorang manusia menjadi manusia yang
seutuhnya. Sayangnya, manusia itu berbeda-beda, baik dalam hal intelektual,
bakat, maupun minat. Ada sebuah idiom yang terkenal, jika kecerdasan itu diukur
dari kemampuan memanjat pohon, maka ikan akan selamanya dianggap bodoh. <o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Jadi, apakah sebagai
lembaga yang menyadari adanya ketidakberesan dalam sistem standarisasi yang ada
di Indonesia ini pada khususnya, sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan
kritis pada para mahasiswanya, sebagai lembaga yang mengajarkan untuk berdiri
pada kemanusiaan dan membela yang tertindas, apakah lembaga ini mampu
memberikan kesempatan belajar yang memanusiakan bagi para peserta didiknya di
atas gengsi akreditasi? Apakah lembaga ini benar-benar mampu memberikan kepada
kaisar apa yang menjadi milik kaisar tanpa mengorbankan hak peserta didiknya
untuk berkembang dan menjadi manusia yang seutuhnya? Apakah lembaga ini juga
mampu memberikan kesempatan belajar yang sama bagi seluruh siswanya tanpa
memberikan standar yang lain lagi? Yang bagi saya itu hanya akan menjadi <i>double colonization </i>bagi mahasiswa yang
bersangkutan. Saya rasa itu jauh lebih berarti dari pada sekadar huruf yang
nanti akan dikeluarkan oleh BAN-PT.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: inherit;">Daftar
Pustaka<o:p></o:p></span></b></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 28.35pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Altbach, P. G.
(2003). <i>The Decline of the Guru</i>. New
York: Palgrave Macmillan <o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 28.35pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Altbach, P.G.;
Reisberg, L. & Rumbley, L. E. (2009). <i>Trends
in Global Higher Education: Tracking in Academic Revolution (A Report Prepared
for the UNESCO 2009 World Conference on Higher Education)</i>. Paris: UNESCO<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 28.35pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Haryatmoko. (2010). <i>Dominasi Penuh Muslihat: Akar Kekerasan dan
Diskriminasi. </i>Jakarta: Gramedia Pustaka Utama<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 28.35pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Jones, P. W. (1992).
<i>World Bank Financing of Education:
Lending, Learning and Development. </i>London: Routledge<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 28.35pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Borang Akreditasi
Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya (tidak dipublikasikan)<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 28.35pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Constructing
Knowledge Societies: New Challenges for Tertiary Education. (2002). Washington,
D. C.: The World Bank<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 28.35pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Undang-undang nomor
12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<!--[if !supportFootnotes]--><span style="font-family: inherit;"><br clear="all" /></span></div>
<hr size="1" style="text-align: justify;" width="33%" />
<!--[endif]-->
<br />
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><a href="file:///C:/Users/Sploon/Downloads/jangkrik%20blog.docx#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Catatan pribadi pada penutupan akreditasi IRB di Ruang Palma, Sabtu, 11 April
2015</span></div>
</div>
</div>
<div id="ftn2">
<div class="MsoFootnoteText">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><a href="file:///C:/Users/Sploon/Downloads/jangkrik%20blog.docx#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Cerita dan <i>rerasan </i>beberapa teman mahasiswa
yang mengikuti jalan-jalan ke perpustakaan</span></div>
</div>
</div>
<div id="ftn3">
<div class="MsoFootnoteText">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><a href="file:///C:/Users/Sploon/Downloads/jangkrik%20blog.docx#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Gambar diambil dari Trends in Global Higher Education: Tracking an Academic
Revolution (2009)</span></div>
</div>
</div>
<div id="ftn4">
<div class="MsoFootnoteText">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><a href="file:///C:/Users/Sploon/Downloads/jangkrik%20blog.docx#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Standar 3, Borang Akreditasi mengenai Mahasiswa dan Lulusan </span></div>
</div>
</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Salvatore Ngomyanghttp://www.blogger.com/profile/05853159720541881676noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8041375122528910816.post-26532328029572504102015-08-23T04:14:00.000-07:002019-12-31T02:27:01.280-08:00Aku Pintar Karena Terstandar: Pandangan Mengenai Standar World Class University (WEBOMETRIC, THES, dan ARWU) versus Tanggung Jawab Pendidikan Tinggi Indonesia<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<div style="text-align: left;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">oleh: Emmanuel Kurniawan</span></div>
</div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<div style="text-align: left;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<div style="text-align: left;">
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: inherit;"><span style="color: red;">STANDAR?</span><o:p></o:p></span></b></div>
</div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: inherit;"><br /></span></b></div>
</div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 32.2pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo2; text-indent: -.25in;">
<div style="text-align: justify;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: inherit;"><b>1.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><!--[endif]--><b>St<span class="SUBJUDULChar">anda</span>r di
Sekitar Kita<o:p></o:p></b></span></div>
</div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 32.2pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo2; text-indent: -.25in;">
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: inherit;"><br /></span></b></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Tak dipungkiri, kadang memang ada kenikmatan ketika kita berhasil
melakukan sesuatu sesuai dengan standar tertentu – apalagi jika standar itu diciptakan
oleh “sesuatu” yang rasa-rasanya lebih hebat, lebih “mulia” (bahkan
transenden), tidak tersentuh, dan diikuti oleh banyak orang. Kenikmatan itu
barangkali merupakan muncul dari perasaan bahwa dengan berhasil mengikuti suatu
standar, maka kita seakan-akan “terbaptis”, layak, “menjadi anggota”, atau “menjadi
bagian” dari sesuatu yang lebih besar dan mulia tadi. Benar pendapat Althusser,
bahwa subjektivikasi oleh Liyan menyebabkan individu mana pun terinterpelasi,
dan “menikmati” statusnya sebagai subjek; betapapun tereksploitasinya subjek
tersebut <w:sdt citation="t" id="338708181"><!--[if supportFields]><span
style='mso-element:field-begin'></span><span
style='mso-spacerun:yes'> </span>CITATION Alt68 \l 1033 <span
style='mso-element:field-separator'></span><![endif]-->(Althusser, 1968)<!--[if supportFields]><span style='mso-element:
field-end'></span><![endif]--></w:sdt>.</span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Sepanjang pengalaman saya bersekolah<a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 11pt;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></a> di
bidang teknik, saya merasakan tidak pernah terlepas dari standar. Minimal ada
dua hal yang bisa saya petik dari pengalaman tersebut.<span style="color: red;"><o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><i>Pertama, </i>di tengah
“frustrasi” saya mencari referensi, saat itulah pertama kali saya menyadari
bahwa apapun yang saya temukan dalam penelitian di laboratorium, selalu
merupakan komodifikasi, memiliki nilai ekonomi, sehingga layak untuk dipandang
sebagai aset. Bahkan sebagai faktor produksi. Kegiatan studi atau <i>studeren </i>menurut pandangan Mohammad Hatta<a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 11.0pt;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></a>
ternyata bukan hanya demi pengetahuan itu sendiri yang nantinya dapat diakses
siapa saja (terutama masyarakat di mana perguruan tinggi berada), namun menjadi
komoditi. </span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><i>Kedua, </i>bagi mahasiswa
teknik (saat itu), “etika penelitian” adalah melakukan segala sesuatu sesuai
prosedur dan standar. Semua material yang saya gunakan harus sudah ada dan
terstandar di <i>Handbook. </i>Ada <i>handbook </i>menurut standar Jepang,
Amerika, dan Jerman. Saya harus memilih salah satu untuk menstandarkan jenis
material yang saya gunakan. Jurusan tidak pernah mau menerima “material baru”
yang tidak ada di dalam <i>handbook.</i> Kala
itu SNI (Standar Nasional Indonesia) masih belum berkembang. Dan penggunaan
standar dalam pemilihan bahan merupakan suatu hal yang sangat ditekankan. Dasar
teori bisa berubah, tetapi material yang digunakan harus sesuai standar. Hal
itu cukup memusingkan saya saat itu, karena saya salah satunya menggunakan
gerabah buatan kasongan sebagai material. Perlu waktu berbulan-bulan untuk
“memodifikasi” gerabah tersebut agar sesuai dengan standar. Namun, kemudian
hari saya menyadari bahwa standar-standar tersebut diterapkan mula-mula adalah
demi keamanan atau <i>safety. </i>Karena
bidang teknik bersinggungan langsung dengan keselamatan kerja, dan hampir semua
bidang pekerjaan di teknik memiliki risiko keselamatan fisik yang besar, maka
penggunaan standar ini bisa saya maklumi. Dari hal ini, saya belajar bahwa
mengikuti standar tidak sepenuhnya salah. Hal itu saya yakini hingga beberapa
tahun kemudian.</span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Uraian di atas menunjukkan pentingnya sebuah standar. Namun,
sampai kapan standar itu kemudian berubah menjadi “mahapenting”? Sementara itu,
kini, ada banyak sekali standar. Di lingkungan industri kita mengenal ISO 9000,
ISO 9001, dan seterusnya. Bahan makanan harus terdaftar dan mengikui standar
BPOM-RI dan memperoleh label HALAL dari institusi terkait. Semua peralatan yang
kita gunakan selalu mengacu pada standar industri tertentu, baik lokal (SNI)
maupun internasional (ISO, ASA, JSI, dsb). Anak-anak sekolah distandarkan
melalui UAN dan kurikulum yang seragam. Para petani harus mengikuti standar
tertentu sehingga hasil sawahnya layak disebut “organik”. Karya ilmiah pun
harus mengikuti standar tertentu (yang kerap tidak berkaitan dengan metode
maupun objek penelitiannya) sehingga bisa disebut “karya ilmiah”. Guru harus
bersertifikasi sehingga pantas disebut “guru”. Pun sekolah dan perguruan tinggi
harus memiliki standar akreditasi tertentu. </span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Kebanyakan standar memiliki implikasi material; pihak (sebut saja
subjek) yang ingin mendapat pengakuan dalam standar tertentu harus melakukan
usaha-usaha ekstra untuk mendapat standar tersebut. Jadi ada “usaha” untuk
menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar, yakni standar (sebut saja Liyan).
“Usaha” tersebut bisa berupa perbaikan-perbaikan yang memang diperlukan demi
kebaikan subjek, tetapi bisa juga semata-mata demi kepentingan Liyan.
Contohnya, jika Anda adalah seorang petani organik tradisional<a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 11.0pt;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></a>,
maka Anda akan kesulitan menjual hasil bumi dengan label “organik” jika lahan
pertanian, cara bertani, dan alat yang digunakan tidak diakui menurut standar
tertentu oleh lembaga tertentu. Praktik ini juga berlaku ketika sebuah
perusahaan ingin mendapatkan standar ISO. Perusahaan tersebut harus
mengeluarkan uang sangat besar, baik untuk “biaya administrasi” maupun dalam
rangka pelatihan-pelatihan. “Bisnis pelatihan ISO” ini sangat subur di kota
besar, dan menjadi tren tersendiri. Permasalahannya adalah bahwa standar
tersebut akhirnya memisahkan antara “subjek yang layak” dengan “subjek yang
tidak layak”. “subjek yang tidak layak” akan berlomba-lomba mendapatkan
pengakuan agar menjadi “subjek yang layak”.</span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Pengakuan subjek oleh Liyan (menjadi terstandar) ini ibarat
anugerah. Sehingga usaha-usaha yang dilakukan untuk menjadi terstandar dianggap
layak, walaupun kerap kali <i>nothing to do </i>dengan
sesuatu yang substansial dilakukan subjek. Di sinilah terjadi dehumanisasi,
yakni ketika ada pihak yang mendominasi dan pihak yang didominasi. Pihak yang
didominasi biasanya menjadi objek <i>perahan</i>
atau eksploitasi demi keuntungan pihak yang mendominasi.</span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="SUBJUDUL">
<div style="text-align: justify;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: inherit;">2.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><!--[endif]-->Standar
Perguruan Tinggi Menuju <i>World Class
University</i></span></b></div>
</div>
<div class="SUBJUDUL">
<div style="text-align: justify;">
<i><span style="font-family: inherit;"><br /></span></i></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Melalui pengantar di atas, melalui paper ini saya ingin membahas
standar-standar yang diterapkan bagi perguruan tinggi agar mendapatkan status
“terstandar” sebagai <i>WORLD CLASS
UNIVERSITY. </i>Hal yang menarik adalah bahwa standar-standar tersebut
seakan-akan justru lebih valid ketimbang standar yang dibuat oleh pemerintah,
yakni BAN-PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi). Ranking universitas
menurut <i>Webometric, </i>misalnya, lebih
populer di media dan justru kerap menjadi acuan anak lulusan SMA untuk memilih
perguruan tinggi<a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 11.0pt;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></a>. Selain
itu, istilah <i>world class university </i>itu
sendiri sebenarnya sudah mengacu pada universitas macam apa yang nantinya
dianggap sebagai kampus global. </span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Biasanya, badan pemberi standar ini akan memublikasikan temuannya
secara reguler agar dapat dijadikan acuan. Periode publikasi itu sendiri ada yang dilakukan setiap 4 tahun (misalnya
BAN-PT) maupun hanya 6 bulan (Webometric). Selain BAN-PT, badan-badan pemberi
standar biasanya menunjukkan temuannya dalam bentuk ranking, baik berdasarkan
regional (misalnya Asia Tenggara atau Asia Pasifik), nasional (berdasar
negara), maupun berdasarkan area bidang studi (misalnya bidang seni, ilmu
sosial, medis, teknik, dsb). Dari hasil publikasi tersebut, biasanya perguruan
tinggi memperoleh manfaat berupa “evaluasi”: apakah rankingnya naik atau turun.
Terlepas dari “kebanggaan” atau jiwa “<i>corsa</i>”
para civitas akademik perguruan tinggi terkait, kampus manapun akan senang jika
mendapat peringkat yang bagus. Buktinya, setiap kali publikasi dari badan
standar muncul, maka berita tersebut disebarluaskan di kampus, dan (jika
rankingnya baik) maka akan menjadi semacam “prestasi” yang layak untuk dicantumkan
di brosur dan baliho demi menjaring lebih banyak lagi mahasiswa baru. </span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="JUDUL" style="text-align: center;">
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="color: red; font-family: inherit;">STANDAR PERGURUAN TINGGI</span></b></div>
</div>
<div class="JUDUL">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Sampai saat ini ada beberapa jenis standar untuk meranking sebuah
perguruan tinggi. Saya sengaja memilih 3 macam standar perguruan tinggi yang
dianggap paling <i>reliable </i>(standar
yang justru jarang kita lihat di brosur perguruan tinggi swasta<a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 11.0pt;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></a>)
di dunia untuk dibandingkan dengan acuan-acuan yang terdapat di dalam borang
akreditasi BAN-PT. Standar tersebut adalah sebagai berikut <w:sdt citation="t" id="338708184"><!--[if supportFields]><span style='mso-element:field-begin'></span><span
style='mso-spacerun:yes'> </span>CITATION Asi14 \l 1033 <span
style='mso-element:field-separator'></span><![endif]-->(Asih, 2014)<!--[if supportFields]><span style='mso-element:field-end'></span><![endif]--></w:sdt>.</span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="isi" style="margin-left: 21.3pt; mso-list: l0 level1 lfo3; text-indent: -21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="color: blue; font-family: inherit;">a.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]-->Ranking<span class="embuhChar"> THES</span>-QS (<i>The Times Higher Education Supplement</i>
bekerja sama dengan <i>QS Top Universities</i>)</span></b></div>
</div>
<div class="isi" style="margin-left: 21.3pt; mso-list: l0 level1 lfo3; text-indent: -21.3pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Ranking THES-QS menarik karena merupakan kerja sama antara lembaga
media Times dengan lembaga survey <i>QS Top
Universities. </i>Salah satu tujuan lembaga yang berkantor di Inggris ini
adalah untuk menyediakan informasi yang akurat bagi calon mahasiswa di seluruh
dunia melalui media yang populer, yakni majalah, koran, buku, dan internet.
Sebelumnya, kebanyakan ranking universitas dipublikasikan hanya di
jurnal-jurnal dan penerbitan yang sifatnya terbatas.</span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Secara garis besar, THES-QS memiliki 4 kriteria penilaian, yakni:</span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<b style="text-indent: 0.5in;"><span class="SUBSUBChar" style="font-family: inherit;"><br /></span></b></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<b style="text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: inherit;"><span class="SUBSUBChar">Kualitas Penelitian</span> <i>(Research
Quality)</i></span></b></div>
</div>
<div class="isi" style="margin-left: 56.7pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Kriteria ini <span class="ISISUBSUBChar">memiliki
bobot</span> paling tinggi, yakni 60%. Untuk mendapatkan kualitas penelitian, THES-QS
melakukan angket secara online yang disebarkan sampai 190.000 akademisi sebagai
responden. Para akademisi ini dipilih berdasarkan tingkat kepakaran dan bidang
yang digeluti, misalnya <i>Arts &
Humanities, Engineering & IT, Life Sciences & BioMedicine, Natural
Science, </i>dan <i>Social Science. </i>Tiap
responden dimina untuk memilih 30 universitas terbaik di wilayah responden
masing-masing dari sudut pandang kepakaran responden.</span></div>
</div>
<div class="isi" style="margin-left: 56.7pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Selain itu, kualitas penelitian juga
diperoleh dari <i>citation per faculty </i>atau
jumlah tulisan ilmiah yang dihasilkan oleh universitas tersebut dan jumlah
kutipan <i>(citation) </i>atau<i> </i>tulisan ilmiah yang dikutip oleh
peneliti lain berdasarkan data dari <i>Essential
Science Indicator (ESI). <o:p></o:p></i></span></div>
</div>
<div class="isi" style="margin-left: 56.7pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Baik ESI maupun angket dilakukan secara
<i>online. </i>Kelemahan metode ini –
menurut saya – adalah validitasnya yang tidak bisa dipertanggungjawabkan jika
digunakan untuk mengukur perguruan tinggi di negara berkembang atau
terbelakang. Hal ini karena publikasi yang tidak dilakukan secara online
(misalnya secara manual dan karya tulis menggunakan mesin ketik untuk dicetak)
tidak akan dihitung. </span></div>
</div>
<div class="isi" style="margin-left: 56.7pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="SUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<i><b><span style="font-family: inherit;">Graduate Employibility
(GE)</span></b></i></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">GE adalah kesiapan lulusan perguruan tinggi untuk
dipekerjakan di dunia kerja. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan lulusan
dalam beradaptasi dengan dunia baru, perkembangan baru, serta pengetahuan umum.
Lebih lanjut, hal ini juga dipengaruhi bagaimana perguruan tinggu memformulasi
silabus dan programnya sehingga terjadi <i>link
and match </i>antara perguruan tinggi dengan dunia kerja.</span></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">GE hanya mendapat bobot 10%, dan didapatkan berdasarkan
indikator penilaian <i>Recruiter Review</i>
dari survey atas 375 perekrut tenaga kerja.</span></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="SUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<i><b><span style="font-family: inherit;">International Outlook</span></b></i></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Kriteria ini juga mendapat jatah 10% bobot penilaian. Kriteria
ini diperoleh berdasarkan dua faktor, yakni jumlah fakultas yang menyediakan
program internasional dan jumlah mahasiswa internasional.</span></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="SUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<i><b><span style="font-family: inherit;">Teaching Quality</span></b></i></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Kriteria ini
menunjukkan kualitas pengajaran. Dengan bobot penilaian 20%, kriteria ini
didapatkan dari menghitung rasio jumlah mahasiswa dengan fakultas dan
pengajarnya.</span></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="embuh">
<div style="text-align: justify;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="color: blue; font-family: inherit;">b.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]-->ARWU <i>(Academic
Ranking of World Universities)</i></span></b></div>
</div>
<div class="embuh">
<div style="text-align: justify;">
<i><span style="font-family: inherit;"><br /></span></i></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">ARWU sebenarnya masih tergolong baru, yakni berdiri sejak 2003. Uniknya,
lembaga ini didirikan oleh <i>World Class
University and Higher Education Center </i>di bawah Universitas Jiao Tong,
Cina. Awalnya, lembaga ini didirikan untuk membantu dan melihat posisi
perguruan tinggi-perguruan tinggi di Cina yang menjamur dan kualitasnya
berkembang pesat melalui publikasi umum. Namun, lembaga ini justru akhirnya
menjadi tolak ukur kualitas pendidikan tinggi di dunia, dan Asia pada
khususnya. Publikasi ARWU banyak sekali dikutip dan diikuti oleh perguruan
tinggi. Bahkan majalah <i>The Economist </i>pada
tahun 2005 berkomentar bahwa ARWU merupakan “ranking tahunan yang paling banyak
dijadikan acuan oleh para peneliti di seluruh dunia.” Salah satu faktor yang
menyebabkan ARWU populer adalah karena posisinya yang tidak “memihak” pada
negara-negara UTARA serta metodologinya yang transparan dan dianggap sebagai
“suara global”.</span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Sebagai perkembangan dari ARWU, maka lembaga ini pada tahun 2009
juga mendirikan <i>Shanghai Ranking
Consultancy (SRC), </i>organisasi independen yang melakukan penelitian mengenai
perbandingan kualitas universitas secara global yang hasilnya nantinya dapat
digunakan oleh pemerintah maupun swasta dalam menentukan strategi pendidikan
tinggi.</span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Kriteria-kriteria dalam penilaian ARWU adalah sebagai berikut.</span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="SUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: inherit;">1.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]-->Al<span class="SUBSUB2Char">um</span>ni</span></b></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Dalam kriteria ini dihitung jumlah alumni yang telah
mendapatkan pernghargaan (misalnya hadiah Nobel dan Field Medal). Semakin
terkini penghargaan tersebut diberikan (dihitung dari saat <i>assessment</i>), maka semakin besar skor-nya.</span></div>
</div>
<div class="SUBSUB2">
<div style="text-align: justify;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: inherit;">2.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><!--[endif]-->Award</span></b></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Kriteria ini menunjukkan jumlah staff dan pengajar yang saat
<i>assessment </i>dilakukan telah menerima
penghargaan. Semakin terkini penghargaan tersebut diberikan, maka semakin besar
skor-nya.</span></div>
</div>
<div class="SUBSUB2">
<div style="text-align: justify;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: inherit;">3.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><!--[endif]--><i>HiCi (High Citation)</i></span></b></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Jumlah peneliti (staf dan dosen) yang mendapatkan <i>high cited researcher, </i>atau peneliti
yang tulisan-tulisannya paling banyak dikutip oleh peneliti lain dalam 20
kategori subjek penelitian berdasarkan
publikasi dari ISIHighlyCited.Com. </span></div>
</div>
<div class="SUBSUB2">
<div style="text-align: justify;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: inherit;">4.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><!--[endif]--><i>PUB (Publication)</i></span></b></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Jumlah artikel yang ditulis oleh staf, dosen, dan mahasiswa,
yang di-indeks oleh <i>Science Citation
Index-Expanded </i>dan <i>Social Science
Citation Index </i>(<a href="http://www.isiknowledge.com/">http://www.isiknowledge.com</a>).</span></div>
</div>
<div class="SUBSUB2">
<div style="text-align: justify;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: inherit;">5.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><!--[endif]--><i>TOP </i></span></b></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Kategori ini menunjukkan jumlah artikel dari perguruan
tinggi bersangkutan yang masuk ke dalam “Top 20%” di jurnal internasional.
Penentuan ini berdasarkan <i>impact factor</i>
yang dicatat oleh <i>Journal Citation Report
</i>(<a href="http://isiknowledge.com/">http://isiknowledge.com</a>).</span></div>
</div>
<div class="SUBSUB2">
<div style="text-align: justify;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: inherit;">6.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><!--[endif]--><i>Fund</i></span></b></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Kategori ini menunjukkan total anggaran penelitian sebuah
perguruan tinggi. Data diperoleh baik dari perguruan tinggi yang bersangkutan
maupun dari pihak pemberi donor.</span></div>
</div>
<div class="ISISUBSUB">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="embuh">
<div style="text-align: justify;">
<!--[if !supportLists]--><span style="color: blue; font-family: inherit;"><b>c.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]--><i>Webometric</i></b></span></div>
</div>
<div class="embuh">
<div style="text-align: justify;">
<i><span style="font-family: inherit;"><br /></span></i></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><i>Webometric </i>adalah
seperangkat alat dan metode yang digunakan untuk mengukur kualitas sebuah
perguruan tinggi melalui internet. Atau dengan kata lain, <i>Webometric </i>menunjukkan kualitas perguruan tinggi di dalam dunia
maya.</span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><i>Webometric </i>dilakukan
oleh <i>Cybermetrics Lab., </i>sebuah
institusi yang dijalankan oleh <i>CINDOC
(Centro de Informacion y Documentacion) </i>yang berada di bawah <i>CSIC </i>atau Dewan Riset Nasional Spanyol.
Lembaga ini mempublikasikan hasil penelitiannya 6 bulan sekali, yakni di bulan
Januari dan Juli serta melingkupi seluruh perguruan tinggi di dunia yang
memiliki website.</span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Perankingan <i>Webometric </i>ini
termasuk paling populer di Indonesia. Hal ini karena <i>Webo </i>meranking sampai 5.000 perguruan tinggi (tadinya 7.000
perguruan tinggi), meskipun yang diteliti adalah seluruh perguruan tinggi di
dunia. Hal ini menyebabkan peluang perguruan tinggi untuk memasuki ranking ini
lebih mudah. Nyatanya, jika perguruan-perguruan tinggi di Indonesia jarang
masuk ranking ARWU dan THES-QS, maka untuk tahun 2015 ini saja ada 33 perguruan
tinggi negeri dan swasta yang masuk di 5.000 besar <i>Weometric. </i>Selain itu, dinamika perankingan dalam <i>Webometric </i>cukup tinggi. Misalnya, ada
perguruan tinggi yang mendapat ranking 6.000. Dengan perbaikan infrastruktur
virtual (website, sistem data, dsb)<a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 11.0pt;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></a>,
maka di tahun berikutnya perguruan tinggi tersebut bisa melaju sampai ranking
2.000.</span></div>
</div>
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
Kriteria penilian dalam <i>Webometric
</i>adalah sebagai berikut.</div>
</div>
<div class="isi">
<br /></div>
<div class="SUBSUB2">
<!--[if !supportLists]--><b>1.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]--><i>Visib<span class="SUBSUB3Char">il</span>ity (V)</i></b></div>
<div class="ISISUBSUB">
Kriteria ini diukur dari tautan eksternal unik yang diterima
dari situs lain. Data ini diambil dari <i>Yahoo
Search, Live Search, </i>dan <i>Exalead. </i></div>
<div class="ISISUBSUB">
<i><br /></i></div>
<div class="SUBSUB3">
<!--[if !supportLists]--><b>2.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><!--[endif]-->Size
(S)</b></div>
<div class="ISISUBSUB">
Jumlah dan kuantitas (dalam kilobita) halaman perguruan
tinggi tersebut di internet ketika dicari menggunakan 4 <i>search engine</i> populer, yakni <i>Google,
Yahoo!, Live Search, </i>dan <i>Exalead.<o:p></o:p></i></div>
<div class="ISISUBSUB">
<i><br /></i></div>
<div class="SUBSUB3">
<!--[if !supportLists]--><b>3.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><!--[endif]-->Rich
Files (R)</b></div>
<div class="ISISUBSUB">
Volume file yang ada di situs perguruan tinggi tersebut.
Jenis file yang layak diperhitungkan adalah format Adobe Acrobat (pdf), Adobe
PostScript (ps), dan Offoce (doc, ppt). </div>
<div class="ISISUBSUB">
<br /></div>
<div class="SUBSUB3">
<!--[if !supportLists]--><b>4.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><!--[endif]-->Scholar
(Sc)</b></div>
<div class="ISISUBSUB">
Data ini diambil dari <i>Google
Scholar, </i>yang berisikan semua tulisan, baik berupa artikel lepas, jurnal,
makalah atau bahkan bahan kuliah seorang peneliti di dunia maya yang terindeks
oleh Google. Peneliti di suatu kampus akan menyummbang skor yang tinggi jika ia
rajin menulis di dunia maya atau tulisannya banyak dikutip oleh peneliti lain.</div>
<div class="ISISUBSUB">
<br /></div>
<div class="isi">
Secara garis besar, kriteria di atas sangat bergantung pada <i>positioning </i>universitas di dunia maya,
termasuk di dalamnya akses tergadap dunia maya, koneksi dengan lembaga lain,
hubungan dengan lembaga internasional, dan sebagainya. Keempat kriteria <i>Webometric </i>di atas kemudian dihitung
dengan menggunakan rumus: <i>Webometric Rank
= 4V+2S+R+SC.</i></div>
<div class="isi">
<br /></div>
<div class="JUDUL" style="text-align: center;">
<b><span style="color: red;">TERUS GIMANA?</span></b></div>
<div class="JUDUL">
<br /></div>
<div class="isi">
Dari uraian mengenai sistem perankingan perguruan tinggi di atas,
maka dapat dilihat bahwa untuk menjadi <i>World
Class University, </i>maka masih ada jalan panjang yang harus ditempuh oleh
universitas nasional (baik swasta maupun negeri). Namun, hal itu bukanlah
sesuatu yang mustahil. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, ada 2 kampus
swasta di Yogyakarta yang pertumbuhannya sangat cepat, yakni UMY (Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta) dan AMIKOM. Kedua lembaga tersebut memiliki sejarah
panjang untuk memajukan dirinya, namun tentu saja nhal itu terbantu dengan
tingginya ranking kedua perguruan tinggi tersebut (walaupun bukan THES-QS dan
ARWU).</div>
<div class="isi">
Selain itu, kondisi lain yang perlu diperhatikan adalah adanya
Badan Hukum Pendidikan serta diratifikasinya Deklarasi Sedunia Tentang
Pendidikan Tinggi Untuk Abad ke-21. Dalam
deklarasi tersebut dapat diringkas bahwa Visi Baru Perguruan Tinggi di Abad
ke-21 <w:sdt citation="t" id="338708194"><!--[if supportFields]><span
style='mso-element:field-begin'></span><span
style='mso-spacerun:yes'> </span>CITATION UNE98 \l 1033 <span
style='mso-element:field-separator'></span><![endif]-->(UNESCO, 1998)<!--[if supportFields]><span style='mso-element:
field-end'></span><![endif]--></w:sdt> adalah untuk memeratakan kesempatan
mengikuti pendidikan tinggi, menyebarkan hasil-hasilnya, sehingga dapat
berperan di masyarakat (pasal 3-10). Namun, visi tersebut diwujudkan salah
satunya dengan melakukan pendidikan tinggi yang <i>borderless</i> diimbangi dengan peningkatan mutu (pasal 11-17). Saya
melihat bahwa maraknya perguruan tinggi “memperbincangkan” dan berusaha
“menstandarkan diri” pada ranking internasional tidak terlepas dari peningkatan
mutu universitas (dari kacamata “UTARA”) dan bagaimana membuat universitas
lebih <i>borderless </i>(dapat diakses siapa
saja di seluruh dunia). Namun hal tersebut bukan tanpa masalah.</div>
<div class="isi">
Beberapa masalah tersebut akan tampak dari beberapa catatan di
bawah ini, yang dibuat berdasarkan kriteria perankingan perguruan tinggi
sebagai <i>world class university.<o:p></o:p></i></div>
<div class="isi">
<br /></div>
<div class="SUBSUB" style="margin-left: 21.3pt; mso-list: l3 level1 lfo6;">
<!--[if !supportLists]--><b>a.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]-->Internet di perguruan tinggi Indonesia</b></div>
<div class="SUBSUB" style="margin-left: 21.3pt; mso-list: l3 level1 lfo6;">
<b><br /></b></div>
<div class="isi">
Publikasi dan TOP 20% diambil dari situs <a href="http://isiknowledge.com/">http://isiknowledge.com</a>, sedangkan <i>High Citation </i>diambil dari <a href="http://isihighlycited.com/">http://isihighlycited.com</a>. Sementara itu,
semua data yang digunakan <i>Webometric </i>berasal
dari internet. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan yang juga disinggung
oleh Philip Altbach <w:sdt citation="t" id="338708195"><!--[if supportFields]><span
style='mso-element:field-begin'></span><span
style='mso-spacerun:yes'> </span>CITATION Alt03 \l 1033 <span
style='mso-element:field-separator'></span><![endif]-->(Altbach, 2003)<!--[if supportFields]><span style='mso-element:
field-end'></span><![endif]--></w:sdt>, bahwa pengertian “pusat” dan
“pinggiran” juga berlaku di dunia internet. Selain perguruan tinggi di negara
dunia ketiga menghadapi masalah klasik berupa lemahnya infrastruktur,
persayaratan mengenai jurnal, tulisan ilmiah, dan bahkan topik-topik penelitian
hampir seluruhnya tergantung pada “pusat”, yakni negara-negara UTARA.
Ketidakadilan ini menyebabkan mustahilnya perguruan tinggi di negara dunia
ketiga untuk menguasai “rimba medan dunia maya” secara intelektual. </div>
<div class="isi">
Apalagi ketika melihat bahwa yang diukur oleh ARWU dan <i>Webometric </i>adalah volume, kuantitas, dan
seberapa sering penelitian tersebut dikutip. Hal ini hanya membuktikan bahwa
penelitian tersebut memang populer, dan dibutuhkan banyak orang. Pertanyaannya
adalah apakah dibutuhkan banyak orang (dalam hal ini banyak peneliti) sebanding
dengan peran sertanya di masyarakat? Karena ketika suatu topik memiliki nilai
ekonomi yang tinggi, maka topik tersebut akan populer, dan akan banyak peneliti
yang meneliti topik yang sama, serta tinggilah nilai <i>citation index. </i>Namun, apakah memiliki nilai ekonomi tinggi selalu
memihak pada masyarakat? Di dunia yang dikuasai oleh sistem ekonomi
kapitalistik, maka hal itu menjadi terdengar naif. </div>
<div class="isi">
<br /></div>
<div class="SUBSUB" style="margin-left: 21.3pt; mso-list: l3 level1 lfo6;">
<!--[if !supportLists]--><b>b.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]--><i>International
Outlook</i></b></div>
<div class="SUBSUB" style="margin-left: 21.3pt; mso-list: l3 level1 lfo6;">
<b><i><br /></i></b></div>
<div class="isi">
Selain internet, penting untuk diamati bahwa <i>international outlook </i>dan kesempatan bekerja lulusan universitas
justru dijadikan acuan oleh THES-QS. Sebagai lembaga yang didirikan di negara
UTARA (Inggris), maka di satu sisi THES-QS ingin memenuhi kebutuhan nyata
mahasiswa untuk bekerja (dan begitu pula
harapan orang tuanya), namun di sisi lain merasa bahwa internasionalisme
meruapakan syarat sebuah kualitas. Barangkali tidaklah penting bagi universitas
di Inggris untuk membuka program internasional (yang artinya berbahasa
Inggris), karena setiap program selalu internasional. Berbeda jika kampus di
pelosok Yogyakarta ingin membuka program internasional, maka harus selalu
mengacu pada program studi di Inggris.</div>
<div class="isi">
Dengan kata lain, barangkali menurut THES QS, satu-satunya negara
yang tidak memiliki program internasional (bukan secara formal atau
administratif belaka) justru adalah Inggris, karena – sekali lagi – setiap
program di Inggris sudah internasional. Hal ini bisa dibaca dengan menggunakan
wacana poskolonial di mana internasionalisasi atau universalisme masih tampak
di dalam pemberian ranking. Tentu saja Altbach juga mengkritisi hal ini, karena
standar semacam ini justru akan menyebabkan <i>drain
brain</i>. Peneliti akan memiliki stereotype bahwa kampus berkualitas adalah
yang internasional. Sementara kampus internasional terbaik ya hanya ada di
“internasional”: suatu lokasi imajiner yang kemudian diwujudkan menjadi “BARAT”
atau “UTARA”.</div>
<div class="isi">
Jika melihat kriteria THES-QS mengenai <i>employibility </i>lulusan perguruan tinggi, maka memang semakin nyata
bahwa standar tersebut tidak dapat diterapkan di negara seperti Indonesia.
karena tentu saja standar <i>job recruiter </i>akan
berbeda di tiap negara dan tiap budaya.</div>
<div class="isi">
Melihat hal ini, masuk akal jika THES-QS kurang populer di
Indonesia, meskipun sebenarnya menurut saya termasuk paling konvensional dalam
membuat ranking penelitian suatu perguruan tinggi. Sayangnya, hanya bisa
dilakukan di negara-negara tertentu dengan prakondisi tertentu pula (misalnya
komunikasi yang lancar, negara dalam keadaan damai, dan infrastruktur
komunikasi yang lancar).</div>
<div class="isi">
<br /></div>
<div class="SUBSUB" style="margin-left: 21.3pt; mso-list: l3 level1 lfo6;">
<!--[if !supportLists]--><b>c.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]-->Kasus khusus <i>Webometric</i></b></div>
<div class="SUBSUB" style="margin-left: 21.3pt; mso-list: l3 level1 lfo6;">
<b><i><br /></i></b></div>
<div class="isi">
Pada akhir tahun 2000-an, seiring dengan masuknya
universitas-universitas Indonesia ke dalam ranking <i>webometric, </i>maka terjadi pro kontra di kalangan akademisi. Pihak
yan pro merasa bahwa keterwakilan perguruan tinggi di internet dapat menjadi
tolak ukur “geliat intelektual” civitas akademika di dalamnya. Hal ini didukung
oleh berbagai hasil publikasi penelitian, logika bahwa “mereka yang dikutip
berarti lebih pintar”, dan sebagainya. </div>
<div class="isi">
Pihak yang kontra dengan <i>webometric</i>
menganggap bahwa tidaklah mungkin mengukur kualitas perguruan tinggi hanya dari
penampilannya di website. <i>Webometric </i>melalui
situs resminya berulang kali menegaskan bahwa yang diukur bukanlah website
ataupun desain website sebuah kampus, melainkn lalu lintas data yang melibatkan
kamput tersebut <w:sdt citation="t" id="338708212"><!--[if supportFields]><span
style='mso-element:field-begin'></span><span
style='mso-spacerun:yes'> </span>CITATION Web15 \l 1033 <span
style='mso-element:field-separator'></span><![endif]-->(Webometrics)<!--[if supportFields]><span style='mso-element:field-end'></span><![endif]--></w:sdt>.
<i>Webometric </i>juga <i>mewanti-wanti </i>timbulnya kecurangan karena modifikasi <i>tag </i>dalam
<i>search engine, </i>dan
manipulasi-manipulasi lainnya. Memang, tiap saat <i>webometric </i>mengeluarkan semacam catatan bahawa di kampus tertentu
ada hal-hal yang tidak diukur karena – misalnya – memiliki lebih dari satu
domain website. </div>
<div class="isi">
Menariknya, banyak kampus swasta yang berusaha mendapat ranking di
<i>webometrics. </i>Bahkan ITB (Institut
Teknologi Bandung) sampai mengadakan pelatihan (internal dan eksternal)
mengenai cara-cara mendapatkan ranking <i>webometrics<a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt;">[7]</span></b></span><!--[endif]--></span></a>.
</i>Jika hal ini dibawa ke ranah hiperealitas, maka bisa jadi kualitas yang
muncul bukanlah kualitas sebenarnya, tetapi hanya popularitas di dunia maya.
Karena acuan bagi para calon mahasiswa baru di Indonesia adalah <i>webometrics.<o:p></o:p></i></div>
<div class="SUBSUB" style="margin-left: 21.3pt; text-indent: 0in;">
<br /></div>
<div class="SUBSUB" style="margin-left: 21.3pt; mso-list: l3 level1 lfo6;">
<!--[if !supportLists]--><b>d.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]-->Menengok Tri Dharma Perguruan Tinggi</b></div>
<div class="SUBSUB" style="margin-left: 21.3pt; mso-list: l3 level1 lfo6;">
<br /></div>
<div class="isi">
P. Swantoro<w:sdt citation="t" id="338708213"><!--[if supportFields]><span
style='mso-element:field-begin'></span> CITATION Swa64 \l 1033 <span
style='mso-element:field-separator'></span><![endif]--> (Swantoro, 1964)<!--[if supportFields]><span
style='mso-element:field-end'></span><![endif]--></w:sdt> mengemukakan bahwa
perguruan tinggi memiliki tridharma. Tridharma atau tanggung jawab perguruan
tinggi bagi masyarakat, pertama-tama adalah pengabdian kepada masyarakat. Kedua
adalah pengajaran dan pendidikan, ketiga adalah penelitian.</div>
<div class="isi">
Dengan meihat ke-3 ranking demi <i>World Class University, </i>maka wacana pengabdian masyarakat justru
tidak ada. Bahkan tidak disinggung sama sekali. Barangkali yang dimaksud
pegabdian masyarakat dalam rankin internasional adalah memberi kontribusi
intelektual bagi rekan-rekan peneliti. Hal ini jelas berbeda dengan anggapan
Swantoro dan M. Hatta bahwasanya berkontiribusi pada masyarakat adalah memberi
sumbangan secara umum. Dengan kata lain, perguruan tinggi ada (atau para
intelektual ada) bukanlah demi melanggengkan keberadaan <i>the ruling class</i>, melainkan terbuka bagi siapa saja. Pengabdian
masyarakat justru seharusnya menjadi titiuk balik pendidikan terkini guna
bersama-sama menjadi bagian dalam masyarakat, serta memihak kepentingan
masyarakat secara umum.</div>
<div class="isi">
<br /></div>
<div class="JUDUL" style="text-align: center;">
<b><span style="color: red;">USULAN DAN CATATAN PENUTUP</span></b></div>
<div class="JUDUL">
<br /></div>
<div class="isi">
Dari uraian-uraian dan catatan di atas, saya sedikit menyimpulkan
bahwa</div>
<div class="isi" style="margin-left: 74.7pt; mso-list: l4 level1 lfo7; text-indent: -.25in;">
<!--[if !supportLists]-->1.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]-->Ranking untuk mencapai <i>world class university </i>bukanlah metode yang tepat untuk digunakan
di Indonesia, karena lemah di dalam metode serta berisiko tinggi dalam artian
dapat menyebabkan <i>dehumanisasi</i>
perguruan tinggi yang secara organik ada di Indonesia.</div>
<div class="isi" style="margin-left: 74.7pt; mso-list: l4 level1 lfo7; text-indent: -.25in;">
<!--[if !supportLists]-->2.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]-->Beberapa kategori di dalam sistem perankingan
tersebut bisa jadi merupakan distorsi dari penerapan Visi Baru Perguruan Tinggi
di Abad ke-21<w:sdt citation="t" id="338708241"><!--[if supportFields]><span
style='mso-element:field-begin'></span> CITATION UNE98 \l 1033 <span
style='mso-element:field-separator'></span><![endif]--> (UNESCO, 1998)<!--[if supportFields]><span
style='mso-element:field-end'></span><![endif]--></w:sdt> yang secara erat
berusaha mengabdi pada kepentingan pasar.</div>
<div class="isi" style="margin-left: 74.7pt; mso-list: l4 level1 lfo7; text-indent: -.25in;">
<!--[if !supportLists]-->3.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]-->Sikap calon mahasiswa dan civitas akademika
perguruan tinggi di Indonesia dalam menghadapi sistem perankingan internasional
masih terpecah, dan hal ini mungkin dapat dianalisis lebih lanjut melalui
neo-marxis dan poskolonial.</div>
<div class="isi">
<br /></div>
<div class="isi">
Melihat hal tersebut, maka saya memiliki dua usulan yang bisa
saling melengkapi maupun saling menggantikan. <i>Pertama</i>, perlunya wacana perankingan baru selain BAN-PT sekarang
atau memodifikasi BAN-PT sehingga dalam membuat ranking (atau lebih tepatnya
evaluasi, bukan untuk standarisasi) meletakkan tujuan pendidikan tinggi di
porsi yang paling besar, dan tidak terjerumus dalam <i>new managerialism </i>yang “neurotik-obsesif”, yakni “mengikuti standar
hanya demi standar itu sendiri” betapapun mahal dan susah payahnya. Modifikasi
BAN-PT inilah yang saya kira menjadi usulan solusi paling memungkinkan untuk
diwujudkan.</div>
<div class="isi">
<i>Kedua</i> adalah
mempromosikan bahwa “keuntungan perguruan tinggi” bukanlah terletak pada ketika
perguruan tinggi tersebut memasuki pasar (atau menghasilkan “produk” berupa
lulusan yang <i>high valuable</i>).
Keuntungan ini juga bukan terletak pada minat besarnya calon mahasiswa untuk
mendaftar dan membayar, dan pula bukan terletak pada nilai kerja sama yang
dilakukan dengan pihak industri. Bahkan, lebih <i>intangible </i>lagi, keuntungan perguruan tinggi juga bukan terletak
pada <i>award, </i>sambutan baik, dan
pujian-pujian dari seluruh dunia.</div>
<div class="isi">
Menurut saya, keuntungan (dan satu-satunya alasan sehingga sebuah
perguruan tinggi layak didirikan) adalah bahwasanya perguruan tinggi tersebut
akan “memperadabkan” masyarakat di sekitarnya. Peradaban yang humanis ini
berarti pula memandirikan dan memerdekakan. Kesejahteraan adalah kemerdekaan dari
memutuskan nasib sendiri. Dan jika hal itu terwujud, maka perguruan tinggi
menjadi “kekayaan sosial” masyarakat di sekitarnya, demikian pula sebaliknya.</div>
<div class="isi">
Demikian paper saya, semoga tulisan ini dapat memberi sumbangan
pemikiran dalam studi pendidikan kritis, dalam hal ini Kajian Universitas.</div>
<div class="isi">
<br /></div>
<div align="right" class="isi" style="text-align: right; text-indent: 0in;">
Yogyakarta,
19 Juni 2015<br />
<br />
<h1 style="text-align: left;">
<span style="font-size: small;">Daftar Pustaka</span><span style="text-align: right; text-indent: 0in;"> </span></h1>
<div align="left" class="MsoBibliography" style="line-height: 150%; margin-left: 49.65pt; text-align: left; text-indent: -49.65pt;">
<span style="mso-no-proof: yes;">Altbach,
P. G. (2003). <i>The Decline of the Guru: The ecademic profession in
developing and middle income countries.</i> New York: Palgrave Macmillan.<o:p></o:p></span></div>
<div align="left" class="MsoBibliography" style="line-height: 150%; margin-left: 49.65pt; text-align: left; text-indent: -49.65pt;">
<span style="mso-no-proof: yes;">Althusser,
L. (1968). Ideology and Ideological State Aparatuses. In L. Althusser, <i>Lenin
and Philosophy and Other Essays (1971)</i> (B. Brewster, Trans.). New York:
Monthly Review Press.<o:p></o:p></span></div>
<div align="left" class="MsoBibliography" style="line-height: 150%; margin-left: 49.65pt; text-align: left; text-indent: -49.65pt;">
<span style="mso-no-proof: yes;">Asih.
(2014, March 4). <i>Tolak Ukur Kualitas Perguruan Tinggu</i>. Retrieved June
17, 2015, from www.asih.staff.telkomuniversity.ac.id:
http://asih.staff.telkomuniversity.ac.id/2014/03/04/tolak-ukur-kualitas-perguruan-tinggi<o:p></o:p></span></div>
<div align="left" class="MsoBibliography" style="line-height: 150%; margin-left: 49.65pt; text-align: left; text-indent: -49.65pt;">
<span style="mso-no-proof: yes;">Hatta,
M. (1957). Tanggung Jawab Moral Kaum Intelegensia. In A. Mahasin, & I. Natsir,
<i>Cendekiawan dan Politik (1983).</i> Jakarta: LP3ES.<o:p></o:p></span></div>
<div align="left" class="MsoBibliography" style="line-height: 150%; margin-left: 49.65pt; text-align: left; text-indent: -49.65pt;">
<span style="mso-no-proof: yes;">Swantoro,
P. (1964, April). Tugas Perguruan Tinggi. <i>BASIS</i> .<o:p></o:p></span></div>
<div align="left" class="MsoBibliography" style="line-height: 150%; margin-left: 49.65pt; text-align: left; text-indent: -49.65pt;">
<span style="mso-no-proof: yes;">UNESCO.
(1998). Deklarasi Sedunia tentang Pendidikan Tinggi untuk Abad ke-21: Visi dan
aksi serta acuan prioritas tindakan bagi perubahan dan pengembangan pendidikan
tinggi. In A. Supratiknya, & S. Sunardi (Eds.), <i>Pendidikan Tinggi dalam
Abad Kedua Puluh Satu (2005).</i> Yogyakarta: Sekretarian Mission and
Identity.<o:p></o:p></span></div>
<div align="left" class="MsoBibliography" style="line-height: 150%; margin-left: 49.65pt; text-align: left; text-indent: -49.65pt;">
<span style="mso-no-proof: yes;">Webometrics.
(n.d.). <i>Objetives</i>. Retrieved June 17, 2015, from www.webometrics.info: http://www.webometrics.info/en/objetives<o:p></o:p></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<w:sdt docparttype="Bibliographies" docpartunique="t" id="338708182" sdtdocpart="t">
</w:sdt></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 49.65pt; text-indent: -49.65pt;">
<br /></div>
</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
</div>
<div>
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<br />
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText">
<span style="font-size: x-small;"><a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , sans-serif;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></a> Yakni
selama 3 tahun menjadi murid TK, 12 tahun menjadi siswa, 8 tahun menjadi
mahasiswa S-1 dan sekitar 2 tahun menjadi mahasiswa S-2.</span></div>
</div>
<div id="ftn2">
<div class="MsoFootnoteText">
<span style="font-size: x-small;"><a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , sans-serif;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Hatta membedakan <i>leren </i>(atau <i>learning</i>) dengan <i>studeren </i>(atau <i>study</i>)
dalam rangka menjelaskan tanggung jawab moral intelegensia perguruan tinggi <w:sdt citation="t" id="338708177"><!--[if supportFields]><span style='mso-element:
field-begin'></span><span style='mso-spacerun:yes'> </span>CITATION Hat83 \l
1033<span style='mso-spacerun:yes'> </span><span style='mso-element:field-separator'></span><![endif]-->(Hatta, 1957)<!--[if supportFields]><span
style='mso-element:field-end'></span><![endif]--></w:sdt></span></div>
</div>
<div id="ftn3">
<div class="MsoFootnoteText">
<span style="font-size: x-small;"><a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , sans-serif;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Yaitu petani yang tidak pernah menggunakan bahan-bahan kimia buatan pabrik
(misal pupuk urea, bahan pembasmi hama, dsb) sehingga aman dikonsumsi.
Kenyataannya, petani yang hidup di pelosok daerah justru mempraktikkan pertanian
organik, misalnya Orang Samin. Namun, “ke-organik-an” pertanian organik
tradisional harus diakui terlebih dulu oleh lembaga-lembaga pemberi sertifikat
“bahan pangan organik”. Masalahnya, lembaga-lembaga tersebut justru berasal
dari negara-negara maju yang pertaniannya seakan-akan “maju” lantaran banyak
menggunakan bahan-bahan kimia (misalnya Amerika). Selain itu, petani harus
membayar sejumlah uang yang sangat besar (kalau tidak salah pada tahyn 2013
saja seorang petani mengeluarkan lebih dari 60 juta rupiah untuk sertifikat
yang berlaku 5 tahun, belum termasuk menyediakan akomodasi dan “uang saku” bagi
<i>assessor</i> yang mengobservasi lahan
pertanian miliknya) jika ingin hasil pertaniannya diberi label “organik”.</span></div>
</div>
<div id="ftn4">
<div class="MsoFootnoteText">
<span style="font-size: x-small;"><a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , sans-serif;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Hal ini terungkap di berbagai artikel di internet mengenai ranking perguruan
tinggi. Kebanyakan mengacu pada <i>Webometric.
</i></span></div>
</div>
<div id="ftn5">
<div class="MsoFootnoteText">
<span style="font-size: x-small;"><a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , sans-serif;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Hal ini mungkin perguruan tinggi swasta tersebut mendapat ranking bawah,
sehingga “kurang memikat” dari segi iklan.</span></div>
</div>
<div id="ftn6">
<div class="MsoFootnoteText">
<span style="font-size: x-small;"><a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , sans-serif;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Infrastruktur seperti ini relatif membutuhkan waktu dan sumber daya yang lebih
sedikit ketimbang – misalnya – merekrut dosen baru, memperbaiki kurikulum, dsb.</span></div>
</div>
<div id="ftn7">
<div class="MsoFootnoteText">
<span style="font-size: x-small;"><a href="file:///C:/Users/Sploon/Desktop/noel%20titip/PAPER%20KAJIAN%20UNIVERSITAS_NOEL_edit%20untuk%20HANS%20230815.docx#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , sans-serif;">[7]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Pada 16 April 2009, ITB mengadakan pelatihan bertajuk “Membangun Website PT
Berstandar Webometrics”. </span></div>
</div>
</div>
noelhttp://www.blogger.com/profile/05178235628799324791noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8041375122528910816.post-89847541529282985642015-08-21T08:36:00.000-07:002019-12-31T02:28:04.717-08:00Pendidikan Kita (Renungan Filosofis)<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: center;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Ditulis Oleh: </span><span style="font-size: 13.2px; line-height: 18.48px;"><span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Padmo Adi</span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: center;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: center;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">Pendidikan Kita<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">ketika kampus tak lagi aman<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">dan kehilangan wibawa akademisnya...<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">untuk apa ada universitas kalau demikian?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">untuk apa kuliah<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">kalau tak boleh berbicara dan mendengarkan?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">untuk apa sekolah<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">kalau tak boleh berpikir dan berdialektika?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">hai, Negara,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">apa kausediakan itu sekolah-sekolah<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">supaya kami cuma jadi Tenaga Kerja cerdas<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">bagi cukong-cukong itu?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">wahai kawan-kawan, mari kita membolos saja!!!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">kita sekolah untuk jadi manusia<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">bukan jadi kerbau yang dicocok hidungnya<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">Februari-Maret 2015<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: inherit; font-size: 12pt;">Padmo Adi<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: center;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: center;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;">Puisi di atas adalah reaksi spontan saya mendengar bahwa acara diskusi dan menonton bersama yang diadakan oleh Natas (pers mahasiswa Universitas Sanata Dharma) pada tanggal 25 Februari 2015 yang lalu dibubarkan oleh Aparat Kepolisian. Padahal, acara itu merupakan suatu kegiatan akademis yang diadakan di lingkungan kampus, benteng terakhir kebebasan akademis. Aparat Kepolisian membubarkan acara tersebut karena, selain mengadakan diskusi Kebangsaan, Natas mengajak pula hadirin untuk menonton bersama film <i>The Look of Silence</i> (<i>Senyap</i>) karya Joshua Oppenheimer. Golongan Fasis dan Fundamentalis khawatir bahwa film itu akan membangkitkan kembali Partai Komunis Indonesia. Padahal, film yang berbicara melalui sudut pandang korban itu bermaksud membuka perspektif alternatif di dalam memandang peristiwa Genosida 1965 demi mengupayakan rekonsiliasi.</span><br />
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;">Memang benar bahwa film Joshua Oppenheimer itu banyak mendapatkan kritik. Golongan Kiri mengatakan bahwa <i>Senyap</i>,<i> </i>tidak jauh berbeda dari <i>The Act of Killing </i>(<i>Jagal</i>), merupakan sebuah film orientalis yang menggambarkan bahwa si sutradara, Joshua Oppenheimer, seorang bule Amerika, datang sebagai “pahlawan” yang mencerahkan Orang-orang Indonesia atas kekejaman yang pernah mereka lakukan terhadap keluarganya sendiri di tahun 1965-1966 tanpa memberi perspektif bahwa kepentingan (perusahaan-perusahaan) Amerika Serikat (seperti Freeport, misalnya) ada di balik panggung drama berdarah tersebut. Selain itu, Golongan Kiri memandang bahwa sudut pandang film itu melulu humanis-moralis karena mengesampingkan faktor kekerasan sistematis yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru beserta aparatus militernya yang didukung (dengan dana dan senjata) oleh Amerika Serikat. Sedangkan Golongan Muslim menilai bahwa film Senyap itu islamofobia; film itu menghadirkan tokoh protagonis Adi, yang mahir yoga dan berprofesi sebagai optometris (tukang kacamata), datang berkeliling menemui dan memberi pencerahan kepada tokoh-tokoh antagonis (para penjagal kakanya) yang kini sudah tua, rabun, dahulu gemar meminum darah (secara harafiah), tapi taat shalat lima waktu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;">Terlepas dari segala kritik atas film <i>Senyap</i> tersebut, para akademisi sudi menonton dan mendiskusikannya, sebab yang dibicarakan adalah diri kita sendiri sebagai suatu bangsa. Para akademisi dari UAJY, ISI Yogyakarta, UGM, dan USD mencoba mengadakan acara <i>nonton bareng</i> dan diskusi itu di dalam lingkup akademis, kampus mereka masing-masing. Akan tetapi, dari empat kampus itu, hanya UAJY yang berhasil menyelenggarakannya, sementara ISI Yogyakarta, UGM, dan USD gagal. Golongan Fasis dan Fundamentalis, didukung oleh Aparatus Negara (AD dan Polri), berhasil menembus tembok kampus dan membubarkan acara itu. Kampus (institusi pendidikan tinggi) telah kehilangan wibawa akademisnya dan sekaligus kehilangan kebebasannya untuk menyumbangkan wacana dan perspektif baru/alternatif kepada masyarakat! Dari sini, kita bisa bertanya, mengapa kita, Bangsa Indonesia, membutuhkan institusi pendidikan tinggi (universitas)? Ada dua jawaban yang akan saya hadirkan di sini: (1) tujuan-tujuan yang seharusnya sebagaimana diidealkan oleh para sarjana pendahulu kita dan (2) tujuan-tujuan yang senyatanya sebagaimana terjadi di depan mata kita.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;">Douglas S. Paaw di dalam artikel berjudul <i>Universitas-universitas Indonesia: Generasi Pertama</i> (1970) mengatakan,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin: 0cm 26.05pt 10pt 42.55pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 10pt; line-height: 15.3333320617676px;">“Universitas adalah sebuah sarana-kunci bagi pembangunan suatu bangsa. Kemajuan manusia dalam segala bidang dibatasi oleh pengetahuan yang diperoleh dan digunakan secara efektif oleh masyarakat sebagai keseluruhan. Bila terdapat banyak jalan untuk mendapat pengetahuan, maka adaptasi pengetahuan yang diimpor, dan produksi pengetahuan baru merupakan fungsi utama lembaga-lembaga yang berada pada puncak pendidikan--yaitu universitas yang dipunyai suatu bangsa. Universitas-universitas juga mempunyai suatu tugas pendidikan, yaitu menyebarluaskan pengetahuan dari tingkat yang lebih tinggi kepada para mahasiswa, yang pada gilirannya, akan mendistribusikan pengetahuan itu ke seluruh sistem pendidikan dan menerapkannya dalam seluruh masyarakat luas.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><i><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;">Raison d’etre</span></i><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;"> (alasan eksistensi) suatu universitas tidak lain adalah pengetahuan dan keahlian yang dihubungkan dengan praksis. Kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh suatu universitas bagi suatu bangsa antara lain adalah buku-buku (perpustakaan). Akan tetapi, karya fisik semacam itu bisa segera menjadi usang. Kekayaan intelektual yang paling berharga yang bisa disumbangkan oleh suatu universitas kepada suatu bangsa adalah pemikiran-pemikiran para sarjana (manusia) yang hidup, dinamis, terus berkembang, dan tidak pernah usang. Para sarjana diharapkan menjadi batu sendi perkembangan universitas dan sekaligus agen perubahan suatu bangsa. Douglas S. Paauw mengatakan bahwa para sarjana yang ada di dunia sekarang ini sangat mobil dan ide-ide mereka dapat dengan cepat menjadi viral. Di sisi lain, hanya beberapa negara saja yang masih melakukan sensor, baik ke luar maupun ke dalam, terhadap pengetahuan baru.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;">Dari penjelasan Douglas S. Paaw di atas, kita bisa membayangkan bahwa di dalam universitas terjadi suatu transfer ilmu pengetahuan. Di dalam transfer ilmu pengetahuan tersebut, para akademisi membebaskan dirinya untuk mereproduksi atau menegasi ilmu pengetahuan itu untuk menghasilkan gagasan-gagasan baru. Gagasan-gagasan ini akan diabadikan melalui karya-karya ilmiah, jurnal penelitian, buku-buku, dan disampaikan melalui seminar-seminar. Gagasan-gagasan baru ini akan segera menjadi viral seiring dengan pergerakan para sarjana yang semakin bebas dan global. Di dalam lingkungan akademis tersebut kita bisa membayangkan bahwa seorang mahasiswa dibebaskan untuk menjadi dirinya sendiri, memanusiakan dirinya sendiri, semakin menjadi manusia. Di sana kita bisa membayangkan pendidikan sebagai upaya untuk memanusiakan manusia muda (Drijarkara, 2006: 273, 367) dan upaya untuk memanifestasikan kemanusiaan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;">Akan tetapi, fungsi universitas seperti yang diidealkan oleh para akademisi pendahulu kita itu harus berkompromi dengan, bahkan dikalahkan oleh, hal-hal lain yang acap kali sama sekali tidak akademis. Pendidikan kita, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, dewasa ini berada di dalam konteks Neo-Liberalisme (A. Supratiknya, <i>Membaca Pemikiran Drijarkara Tentang Pendidikan di Zaman Sekarang</i>, 2014). Ada tiga pilar yang menentukan gerak langkah sebuah lembaga pendidikan (universitas): (1) masyarakat, (2) negara, dan (3) pasar. Pilar ketiga, pasar, tak lain adalah pasar global, kerap kali menenggelamkan pilar masyarakat dan negara. Kebutuhan pasar sering mendominasi arah gerak langkah lembaga pendidikan. Sekolah bukanlah sebuah lembaga yang netral. Sekolah adalah arena pertarungan wacana. Dan, wacana dominan, yaitu pasar global selalu berhasil membungkam wacana-wacana lainnya. Negara sendiri pun kerap kali bergandengan tangan dengan kepentingan pasar. Aturan-aturan yang diratifikasi oleh Negara sering kali merupakan pesanan Bank Dunia dan/atau IMF (A. Supratiknya, 2014). Sehingga, di dalam arena sekolah itu kini tinggal dua kubu yang saling berhadap-hadapan, yaitu kepentingan pasar global dan kepentingan masyarakat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;">Kapitalisme membutuhkan lembaga-lembaga sekolah untuk mereproduksi ideologi sekaligus tenaga kerja. Althusser menjelaskan bahwa lembaga sekolah merupakan salah satu <i>Ideological State Apparatus </i>(ISA), tempat di mana ideologi dominan direproduksi dan dijejalkan kepada generasi muda. Selain itu, sekolah mereproduksi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh sistem kapitalisme, sehingga sistem itu dapat tetap berjalan. Diharapkan sekolah dapat menaikkan kemampuan dan keterampilan tenaga kerja baru. Dengan kemampuan dan keterampilan yang bertambah, para pekerja itu dapat bekerja di bidang-bidang yang membutuhkan kemampuan dan keterampilan khusus, sehingga pendapatan mereka pun naik. Dengan pendapatan yang bertambah, diharapkan para pekerja itu mampu mengonsumsi segala komoditas yang dihasilkan oleh sistem Kapitalisme itu sendiri. Jadi, sekolah menjadi tempat reproduksi pekerja dengan ideologi Neo-Liberalnya, sehingga pekerja yang sudah diinterpelasi dengan ideologi Neo-Liberal ini dapat bekerja dengan kecakapan yang lebih, dan dapat memperoleh upah yang lebih sehingga mereka dapat mengonsumsi segala komoditas, supaya sistem Kapitalisme tetap terus berjalan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;">Di dalam sistem Neo-Liberalisme ini, peran Negara semakin diminimalisasi. Privatisasi (swastanisasi) di segala bidang, termasuk pendidikan, menjadi ciri khas kebijakan Neo-Liberal. Lembaga-lembaga pendidikan berlomba-lomba menawarkan pendidikan terbaik, yang celakanya diidentikkan dengan biaya yang mahal. Baik Universitas Swasta maupun Universitas Negeri yang (ingin) menjadi favorit di mata masyarakat kini mewajibkan para mahasiswanya untuk membayar uang kuliah yang tidak sedikit; hal itu belum termasuk pungutan sana dan pungutan sini. Hak seluruh warga masyarakat untuk mendapatkan pendidikan berkualitas berubah menjadi peluang yang tidak sama untuk merebut pendidikan dan modal budaya tambahan lain, sesuai dengan kemampuan finansial. Hal yang paling ekstrim dari fenomena itu adalah <i>Edu-business</i>. Ada tiga agenda para kapitalis pelaku bisnis pendidikan ini: (1) memproduksi dan mereproduksi angkatan kerja terampil sesuai kebutuhan industri kapitalis dan generasi konsumen yang selaras dengan kepentingan akumulasi modal, (2) mengeruk keuntungan sebesar mungkin dari menjual jasa pendidikan ini, sehingga seakan-akan pandangan bahwa pendidikan merupakan kegiatan non-profit tidak lagi bisa dipertahankan, (3) mendirikan kampus-kampus/sekolah-sekolah <i>franchise </i>secara global, menjual kurikulum, atau langsung bekerja sama dengan korporasi lokal untuk mengeruk keuntungan yang lebih besar (A. Supratiknya, 2014). Sekolah dikelola selayaknya korporasi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;">Di dalam suasana dan situasi semacam itu kita bisa membayangkan bagaimana tunas muda (saya mengikuti terminologi Drijarkara) dikirim ke sekolah bukan demi proses pemanusiaan manusia muda secara utuh, melainkan semata memburu kecakapan kerja (Drijarkara, 2006: 363). Para mahasiswa itu pergi ke kampus bukan untuk membebaskan dirinya menjadi dirinya sendiri, melainkan untuk menerima proses “normalisasi”. Mereka dicetak, bukan ditempa, untuk semata menjadi tenaga kerja cerdas dan handal, yang hanya boleh menghafal apa yang sudah diajarkan, dan diharamkan untuk memiliki pemikiran sendiri, diharamkan untuk bertanya, dan diharamkan untuk mengkritisi. Mereka tidak perlu memanusiakan diri mereka sendiri sebab sistem kapitalisme (pasar) tidak membutuhkan hal yang demikian. Mereka hanya perlu memenuhi standard nilai, melengkapi diri dengan kemampuan dan kecakapan tertentu yang dibutuhkan, lalu lulus dengan sesegera mungkin, bahkan kalau bisa akselerasi. Di dalam sekolah (baca: arena pertarungan wacana) para mahasiswa itu telah dikalahkan oleh wacana dominan, yaitu Neo-Liberalisme.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify; text-indent: 42.55pt;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;">Maka, jangan heran jika ormas dari Golongan Fasis dan Fundamentalis, didukung oleh Apparatus Negara, berhasil menembus tembok kampus untuk membubarkan sebuah acara akademis! Bukan karena para mahasiswa itu hendak mengadakan rekonsiliasi nasional, bukan karena mereka menonton film <i>Senyap</i>, bukan karena mereka mempelajari (Neo-/<i>post</i>-)Marxisme, tetapi semata karena mereka dilarang untuk berpikir kritis dan menggalang gerakan sosial supaya tidak mengganggu <i>status quo</i>, yang pada akhirnya mengganggu sistem Kapitalisme yang berjalan. Dalam artikel berjudul <i>Pandangan Islam Tentang Marxisme-Leninisme</i>(1982) Abdurrahmad Wahid (Gus Dur) berkata,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; margin: 0cm 26.05pt 10pt 42.55pt; text-align: justify;">
<i><span style="font-family: inherit; font-size: 10pt; line-height: 15.3333320617676px;">“Kalaupun dilarang, maka bukan karena paham itu (Marxisme-Leninisme alias Komunisme) sendiri tidak dibiarkan secara hukum negara, melainkan karena di lingkungan bangsa itu tidak diperkenankan adanya gerakan politik dari rakyat sama sekali, seperti Arab Saudi saat ini.”<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 18.3999996185303px;">Negara hanya ingin para mahasiswanya menjadi pelajar yang manis, yang cakap dan cerdas, yang tidak perlu berpikir kritis, sehingga dapat segera lulus tepat waktu, supaya segera dapat memenuhi permintaan pasar (global) dan dapat segera lanjut mengonsumsi kembali komoditas Kapitalisme.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="background-color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, FreeSerif, serif; font-size: 13.1999998092651px; line-height: 18.4799995422363px; text-align: right;">
<br /></div>
Salvatore Ngomyanghttp://www.blogger.com/profile/05853159720541881676noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8041375122528910816.post-59445064901873153342015-08-21T08:17:00.000-07:002019-12-31T02:28:20.902-08:00Pendidikan Tinggi Pemasok Buruh Ahli<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Disusun
Oleh: </span><span style="line-height: 150%;"><span style="font-family: inherit;">Martinus
Radityo Adi</span></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="font-family: inherit;"></span></span><br />
<a name='more'></a><span style="line-height: 150%;"><span style="font-family: inherit;"><br /></span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 34.5pt;">
<span style="font-family: inherit;"><b>Pengantar</b> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Kakak saya cukup berpengaruh pada
keputusan saya untuk kuliah dengan cerita-cerita seputaran dinamika kampus yang
sedang dia jalani waktu itu. Sejak tahun 2002 saya sudah mendapatkan kesempatan
untuk mengenyam atmosfir pendidikan tinggi di Universitas Sanata Dharma. Ketika
sambil lalu saya perhatikan dinamika mahasiswa di Universitas Sanata Dharma,
ada beberapa fenomena yang menurut saya menarik untuk diperhatikan. Mahasiswa
di universitas ini memang sangat beragam, dari latar belakang yang bisa
dikatakan Indonesia kecil, mungkin dari Sabang sampai Merauke semua ada.
Perilaku mahasiswanya pun sangat beragam. Dari yang disiplin sampai yang <i>leda-lede</i>
pun ada. Namun saya yakin, bahwasannya fenomena di Universitas Sanata Dharma
bisa sedikit banyak mewakili apa yang terjadi di universitas-universitas lain.
Bahkan mungkin saja di universitas lain lebih dinamis.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Ada pola yang berbeda dari perilaku
akademis mahasiswa dari masa ke masa. Sampai pada tahun 2000-an, mahasiswa
cenderung santai dan rileks dalam menempuh masa studinya sehingga banyak dari
mahasiswa ini yang menyandang gelar 'Mapala' yang mempunyai maksud 'mahasiswa
paling lama'. Uniknya, mahasiswa yang tergabung dalam UK Mapala (Unit Kegiatan
Mahasiswa Pecinta Alam) kebanyakan akan menyandang gelar yang sama -Mapala
(Mahasiswa Paling Lama). Sedang pada tahun setelah 2000, mahasiswa cenderung
lulus dengan lebih cepat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Pola mahasiswa yang berubah ini
sedikit banyak terpengaruh dari kebijakan kampus itu sendiri. Di Universitas
Sanata Dharma misalnya, kalau tidak salah ingat, semenjak tahun 2004 mahasiswa
diberikan waktu studi maksimal 5 tahun. Jika mahasiswa tidak mampu
menyelesaikan studi mereka dalam waktu yang disediakan oleh pihak kampus, maka
mereka harus mempersiapkan diri untuk menyandang gelar 'DO' atau Drop Out
(walau banyak dari mahasiswa ini menerima “kebebasan bersyarat” dari kampus).
Biasanya, untuk mahasiswa yang mengalami peristiwa naas tersebut pihak kampus
akan memberikan pilihan kepada mahasiswa untuk mengundurkan diri. Cara ini
dianggap lebih persuasif, manusiawi, dan egaliter dari pada pihak kampus
menjatuhkan vonis 'DO' yang mengerikan kepada mahasiswa naas tersebut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Kebijakan kampus yang dikeluarkan
dalam rangka pendidikan ini terkait di beberapa wilayah antara lain;
masyarakat, pemerintah dan permintaan pasar. Dalam arti lain, pendidikan
menjadi bahan tarikan di ke-tiga wilayah tersebut. Sedangkan, pemerintah
mempunyai kekuasaan untuk mengarahkan pendidikan nasional. Hal yang tak kalah
penting untuk diperhatikan adalah euforia tentang pasar bebas, yang memang
tidak bisa dipungkiri, pemerintah merespon positif akan hal tersebut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Pasar bebas sangat membutuhkan
tenaga-tenaga ahli siap pakai untuk mengikuti bahkan berakselerasi dalam sistem
pasar antara lain produksi, distribusi, dan konsumsi dalam persaingan tingkat
internasional. Oleh karena itu, negara-negara pemuja pasar bebas akan
mengkonstruksi kebijakan-kebijakan dalam negeri, salah satunya dalam bidang
pendidikan, sebagai upaya untuk membangun daya saing.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Menurut Drijarkara, pendidikan itu
harusnya semakin memanusiakan manusia muda. Tantangan pendidikan saat ini
bukanlah pada bagaimana mencetak tenaga-tenaga ahli yang siap kerja saja, namun
juga membentuk intelektual publik yang siap menjadi oposisi dari
intelektualitas yang semakin condong mengarah ke pasar bebas.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Negara semakin maju akan cenderung
makin masuk ke dalam percaturan pasar bebas. Indonesia tergabung dalam AFTA
(ASEAN Free Trade Area). Indonesia juga mengarahkan pendidikan nasional melalui
perundangan, kemendiknas, dan sebagainya. Dari kebijakan-kebijakan yang ada
kita bisa mengetahui apakah pendidikan yang diselenggarakan oleh Indonesia
masih bisa dikatakan “Pendidikan” atau sudah bergeser menjadi lembaga
pelatihan, kursus atau bahkan kaderisasi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: inherit;">Pembahasan<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> WTO (<i>World Trade Organization</i>)
atau Organisasi Perdagangn Dunia merupakan satu-satunya badan dunia yang yang
secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Tujuannya adalah
membantu produsen barang dan jasa, eksportir, dan importir dalam kegiatan
perdagangan. WTO didirikan pada tanggal 1 Januari 1995.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Ada sebuah perjanjian di bawah WTO
yang disebut GATS (<i>General Agreement Trade in Services</i>) yang mengatur
secara umum untuk sektor jasa. Tujuan GATS adalah untuk memperluas tingkat
liberasi sektor jasa di antara negara-negara anggota, sehingga diharapkan
perdagangan di sektor jasa semakin berkembang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Pelayanan pendidikan dimasukkan
dalam golongan jasa atau services. Semenjak pelayanan pendidikan dimasukkan
dalam kategori jasa, terbentuklah dua wacana besar yang saling berseberangan
antara pendidikan adalah layanan publik (<i>publik good</i>) dan pendidikan
adalah jasa (<i>services</i>). GATS mempunyai potensi melemahkan peran
pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional karena semua layanan
publik harus terbuka untuk persaingan asing. Dampak GATS pada pendidikan tinggi
meliputi subsidi, dana negara, akreditasi, jaminan kualitas, dll.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Jika pendidikan masuk dalam dimensi
ekonomi dan atau jasa, maka pendidikan merupakan layanan yang dapat
diperdagangkan yang berkaitan dengan kekayaan intelektual. Sekolah maupun
perguruan tinggi bisa menawarkan apa yang mereka punyai sebagai komoditas.
Iming-imingnya adalah ketrampilan pada bidang tertentu dan kesempatan kerja
yang akan didapat oleh para calon peserta didik. Bahkan, sebuah institusi bisa
menawarkan sebuah fasilitas tertentu bagi peserta didik yang diterima. Misalnya
pemberian laptop gratis bagi yang diterima. Hal ini tentu saja menimbulkan
persaingan bisnis dalam dunia pendidikan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Pasca Perang Dunia II, muncul
kesadaran bahwa tenaga kerja yang berkualitas sangat diperlukan bagi
pertumbuhan ekonomi. Hal ini mengakibatkan peningkatan jumlah peserta didik.
Karena jumlah siswa atau peserta didik meningkat, maka permintaan akses untuk
perguruan tinggi juga meningkat. Hal ini sejalan karena tenaga kerja di bursa
lapangan kerja membutuhkan gelar universitas.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Globalisasi didukung oleh
keberhasilan Bahasa Inggris dalam mengambil alih bahasa nasional dalam
pendidikan tinggi. Saat ini di Indonesia, Bahasa Inggris bahkan mulai dikenalkan
sampai ke jenjang Sekolah Dasar. Pertukaran pelajar pun sebagai pintu masuk
konsep budaya mancanegara. Baik swasta maupun pendidikan tinggi publik melihat
bahwa mahasiswa asing merupakan sumber pendapatan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> GATS mempunyai pengaruh dalam sistem
pendidikan tinggi. Menurut Knight, internasionalisasi pada pendidikan tinggi
adalah ketika pada saat yang sama dipengaruhi oleh globalisasi. Istilah
nasionalisasi menggambarkan hubungan pertumbuhan antar bangsa dan antar budaya.
Globalisasi tidak menciptakan satu dunia politik atau menghapuskan
negara-bangsa. Tetapi mengubah kondisi negara-bangsa yang beroperasi
(Marginson, 2000). Negara-bangsa yang telah terpengaruh oleh globalisasi akan
merubah pola beroperasi yang lama-kelamaan akan mengikuti pola negara-negara maju.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Globalisasi ini membuat perguruan
tinggi mengalami reformasi. Kehidupan perguruan tinggi menjadi sangat kompleks.
Birokrasi menjadi kompleks, massifikasi perguruan tinggi, terjadi privatisasi
perguruan tinggi, korporatisasi perguruan tinggi, internasionalisasi perguruan
tinggi negeri, dan lain sebagainya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Massifikasi perguruan tinggi
mengakibatkan kekurangan sumber daya manusia terutama pada bidang staf
pengajar. Banyak akademisi muda yang baru bergelar master direkrut untuk
menjadi staf pengajar di universitas-universitas negeri. Idealnya, staf
pengajar di perguruan tinggi yang sudah bergelar doktor. Di perguruan tinggi
swasta, hal ini semakin parah. Banyak fresh graduate S1 yang direkrut untuk
menjadi dosen. Alhasil, pihak perguruan tinggi harus menanggung biaya studi
lanjut mereka agar sesuai dengan regulasi yang diterapkan pemerintah setempat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Ketika kekuatan akademik universitas
semakin berkembang, pengelolaan institusi dibatasi oleh suatu lapisan birokrat
profesional yang memiliki kekuatan besar dalam pelaksnaan administrasi
sehari-hari di universitas tersebut (Altbach, 1991). Semua institusi umum
didanai oleh pemerintah sehingga institusi-institusi tersebut berjalan
sebagaimana departemen-departemen dalam pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah
menuntut adanya akuntabilitas dengan dana yang sudah dikeluarkan bagi
universitas. <span lang="IN">Para akademisi harus
menyerahkan pengendalian fiskal, meningkatkan produktifitas mereka, dan harus
tunduk pada peraturan dan regulasi serta prosedur penilaian yang menyeluruh dan
detail. Sebagai akibatnya, budaya akademik kehilangan kolegialitas dan menjadi
lebih birokratis dan hirarkis dengan konsentrasi kekuasaan di atas.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> Perkembangan perguruan tinggi di
Indonesia sangat cepat. Hal ini mendorong perguruan tinggi untuk melakukan
persaingan di antara mereka. Perguruan tinggi yang berkembang ini beberapa
berorientasi pada laba yang didirikan oleh <span lang="IN">pengusaha-pengusaha, perusahaan swasta atau konsorsium, dan PT serta BUMN.
Institusi swasta nirlaba didirikan oleh yayasan-yayasan, organisasi-organsasi
amal, dan melalui dukungan masyarakat (Lee, 1999). Institusi swasta ini
menawarkan berbagai macam program dalam berbagai macam bidang ilmu. Pembukaan
sektor swasta juga membuka kesempatan kerja bagi para akademisi, namun kali ini
bisa menyebabkan merosotnya etos kerja terutama bagi para akademisi yang
bertugas di perguruan tinggi swasta yang kecil dan minim pendanaan.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: inherit;"> Pasar
menentukan mata kuliah apa saja yang harus diajarkan, penelitian yang mana yang
layak didanai. Dalam budaya korporasi inilah hasil penelitian seorang profesor
di universitas mungkin tidak dinilai secara kriteria tradidional “apakah itu
valid?”, namun dinilai dengan kriteria komersial “untuk apakah itu?” atau
“apakah hal itu bisa dijual?”. Maka pendidikan model ini akan selalu mengacu
pada jual-beli. Bukan pada hakikat pendidikan yang sebenarnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: inherit;"> Penetrasi
budaya korporat ke akademisi tidak terbatas pada institusi swasta tetapi juga
ke universitas negeri. Melalui korporatisasi, perguruan tinggi negeri dibebaskan dari serangkaian
supervisi birokratik pemerintah dan
harus beroperasi seperti halnya perusahaan bisnis. Perguruan tinggi swasta
dikorporasi dalam pengelolaannya saja, tidak dalam hal pendanaan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: inherit;"> Pendidikan
tinggi dengan cepat terinternasionalisasi ke seluruh dunia dan Indonesia
demikian juga. Internasionalisasi ini tercermin dari aliran ilmu pengetahuan,
cendekiawan/sarjana, dan mahasiswa ke seluruh penjuru dunia melampaui
batas-batas negara. Dengan kemajuan dan teknologi, banyak program pendidikan
dihadirkan dan disampaikan dengan cara yang tidak tradisional lagi, misalnya
pembelajaran jarak jauh, program lepas, dan pembelajaran elektronik. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: inherit;"> Para
akademisi yang bukan menjadi bagian dari tim pengelolaan tidak memiliki suara
dalam hal menjalankan institusi. Peran utama mereka adalah mengajar dan
memastikan bahwa anak didik mereka lulus ujian. Di beberapa perguruan tinggi
swasta bahkan perlakuan kepada mahasiswa justru lebih baik daripada perlakuan terhadap
dosen-dosen mereka. Para mahasiswa diperlakukan sebagai konsumen yang sangat
bernilai dimana keinginan dan kepuasan mereka diutamakan karena mereka telah
membayar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: inherit;"> Semua
institusi dikelola secara manajerial dan bukan kolegial. Sehingga mayoritas akademisi
merasa bahwa mereka juga memiliki suara yang lemah terhadap pembuatan keputusan
dan sangat tidak mungkin memberikan pengaruh pada kebijakan akademik. Praktik
birokratik yang <i>top down</i> termasuk dalam membuat keputusan-keputusan
akademik telah memperlemah posisi staf akademik dimana mereka sebenarnya punya
hak untuk ditanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"> <span lang="IN">Selama lembaga-lembaga tersebut dijalankan secara komersial, sangat sering
para dosen diwajibkan untuk memasarkan program-program mereka dan juga merekrut
mahasiswa, karena jika ternyata program-program mereka tidak berjalan dengan
baik, akan sangat mungkin mereka kehilangan pekerjaan. Untuk sebagian besar,
budaya birokrasi akademik ini baik langsung maupun tak langsung telah
mempengaruhi peran dan fungsi para akademisi.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: inherit;"> Lebih-lebih
kebijakan-kebijakan kampus, padatnya tugas-tugas kuliah, ancaman DO, biaya
kuliah yang tinggi, membuat mahasiswa menjadi <i>back to campus, </i>mahasiswa
KUPU (habis KUliah Pulang) yang tanpa mereka sadari, kepedulian akan lingkungan
sekitar menjadi tumpul. Mahasiswa lebih memilih untuk <i>stay on the track</i>
dari pada mereka tertimpa bencana DO.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: inherit;"> Hal-hal
diatas adalah paling mungkin memengaruhi dinamika belajar para mahasiswa
sehingga muncul fenomena-fenomena tertentu. Fenomena yang muncul pastilah tidak
mungkin muncul begitu saja, namun berkaitan dengan sistem di mana mereka
berada. Dalam hal ini ada kemungkinan wacana pasar bebas yang difasilitasi oleh
WTO, World Bank dan kroni-kroninya telah berpengaruh pada sistem pendidikan
nasional yang cenderung memenuhi kebutuhan pasar, bukan pada arti pendidikan
itu sendiri. Bukan pula memenuhi kebutuhan ruang publik, memproduksi
intelektual publik sehingga menciptakan manusia-manusia muda yang utuh, cerdas,
dan humanis.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: inherit;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<b><span lang="IN" style="font-family: inherit;">Kesimpulan<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: inherit;"> Indonesia
merespon positif pasar bebas dan menjadi member dalam AFTA. Indonesia membuat
kebijakan dalam dunia pendidikan yang cenderung mengarah kepada kebutuhan pasar
bebas. Pendidikan di Indonesia masih cenderung vokasional. Hal ini menimbulkan
efek pada lulusan perguruan tinggi untuk selalu mencari perkejaan (dengan
menjadi karyawan, babu). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: inherit;"> Para
cendekiawan Indonesia hanya mempunyai tempat sebagai pengamat apapun sesuai
bidangnya, paling banter ya cuma dosen. Para cendekiawan Indonesia belum
mempunyai tempat strategis dalam pengambilan kebijakan publik demi kemaslahatan
bangsa dan negara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: center;">
<b><span lang="IN" style="font-family: inherit;">Daftar
Pustaka<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">1.
Philip G. Altbach, The Decline of the Guru The Academic Profession in
Developing and Middle-Income Countries (2003)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">2.
Higher Education and GATS, Ales Vlk, 2006</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><a href="http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/contents/53-indonesia-in-fta"><span class="InternetLink"><b><span lang="IN">http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/contents/53-indonesia-in-fta</span></b></span></a><b><span lang="IN"> (18/06/2015, 23:55)<o:p></o:p></span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: center 0in;">
<br /></div>
Salvatore Ngomyanghttp://www.blogger.com/profile/05853159720541881676noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8041375122528910816.post-7409094968873497582015-06-29T20:04:00.000-07:002019-12-31T02:28:34.118-08:00Anak Punya Kesepakatan<div style="margin-top: 10px;">
<div style="text-align: center;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: inherit;">Oleh: Martinus Radityo Adi, S.Si.</span></div>
</div>
<span style="font-family: inherit;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Antara tahun 2011-2013 saya pernah mengajar di SD Kanisius Kenalan. SD tersebut terletak di lereng perbukitan Menoreh Magelang yang berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo. Ada hal menarik yang saya alami di kelas V.
Suatu ketika saya mendapati bahwa anak – anak kelas V sangat aktif,
mereka punya surplus tenaga sehingga agak sulit untuk duduk diam. Suatu
ketika saya mendapat laporan dari salah satu anak bahwa Dian (salah satu
siswa kelas V) membuat salah satu teman menangis. Saya sadar bahwa
kenakalan anak itu wajar, menjadi tidak wajar jika saya hanya duduk diam
atas perkara itu, dan sangat jahat ketika saya memarahi Dian atas apa
yang baru saja dia lakukan. Saya beranggapan bahwa anak memang sedang
bereksplorasi. Tetapi jika eksplorasi tersebut mengganggu orang lain itu
juga tidak bisa dibiarkan.</span></div>
<div style="margin-top: 10px;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<span style="font-family: inherit;">Setelah beberapa waktu ternyata Dian tidak bisa merubah perilakunya
yang usil sehingga teman – teman yang lain sangat terganggu bahkan
menangis. Maka saya coba untuk membahas ini di dalam kelas. Saya mencoba
mengajak anak untuk melihat permasalahan ini dan mencoba menggali ide –
ide mereka. Akhirnya anak – anak membuat kesepakatan yang kurang lebih
berisi demikian:</span><br />
<ol>
<li><span style="font-family: inherit;">Jika membuat teman menangis, maka si pelaku wajib menyapu kelas selama tiga hari berturut – turut.</span></li>
<li><span style="font-family: inherit;">Jika pelaku masih belum jera atau masih membuat teman menangis, maka Pak Guru wajib memperingatkan.</span></li>
<li><span style="font-family: inherit;">Jika masih belum jera juga, maka pelaku wajib menyerahkan uang jajan
hari kamis kepada Pak Guru untuk disimpan dan diserahkan kembali kepada
pelaku selepas pulang sekolah (Sekolah mempunyai kebiasaan hanya jajan
pada hari kamis, selain hari kamis anak – anak membawa bekal dari
rumah).</span></li>
</ol>
<span style="font-family: inherit;">Setelah kesepakatan dijalankan, saya kembali ke aktifitas semula dan
hampir lupa dengan kesepakatan tersebut. Suatu hari waktu istirahat
pertama, Salah satu siswa datang ke kantor guru dan melapor “Pak, Dian
sudah membuat menangis teman 2 kali. Pak Guru silahkan memperingatkan
Dian!” katanya. Saya terkesiap, “Oh.. baiklah nanti akan saya
peringatkan” kata saya. Kemudian saya mendatangi Dian seperti yang
disepakati. Saya tidak memarahi Dian dan hanya sekedar formalitas saja.
Yang tidak terduga adalah pada hari kamis berikutnya. Kamis pagi Dian
mendatangi kantor untuk menemui saya dan dengan rela dia menyerahkan
uang jajannya karena dia sudah tiga kali membuat temannya menangis.</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Setelah peristiwa tersebut ternyata Tami (salah satu anak kelas V)
juga melakukan hal yang sama. Pada akhirnya dia juga dengan suka rela
menyerahkan uang jajan yang sangat berharga bagi dia kepada saya.
Setelah dua peristiwa yang mirip tersebut selesai, kelas V belum pernah
ada yang menangis dan jahil diluar batas hingga saat ini.</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Anak – anak bisa mengatasi masalah mereka sendiri jika mereka diajak
untuk melihat peristiwa yang nyata yang mereka alami. Anak – anak bisa
bertanggung jawab jika ide – ide mereka tersalurkan dan kita sebagai
pendamping selalu memberi penghargaan bagi ide – ide mereka. Anak tidak
ada yang nakal, mereka hanya perlu ruang untuk berkreasi.</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">https://mbek82.wordpress.com/2012/11/08/eksplorasi-anak/ </span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01147969068888712452noreply@blogger.com0