29.6.15

Anak Punya Kesepakatan

Oleh: Martinus Radityo Adi, S.Si.


Antara tahun 2011-2013 saya pernah mengajar di SD Kanisius Kenalan. SD tersebut terletak di lereng perbukitan Menoreh Magelang yang berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo. Ada hal menarik yang saya alami di kelas V. Suatu ketika saya mendapati bahwa anak – anak kelas V sangat aktif, mereka punya surplus tenaga sehingga agak sulit untuk duduk diam. Suatu ketika saya mendapat laporan dari salah satu anak bahwa Dian (salah satu siswa kelas V) membuat salah satu teman menangis. Saya sadar bahwa kenakalan anak itu wajar, menjadi tidak wajar jika saya hanya duduk diam atas perkara itu, dan sangat jahat ketika saya memarahi Dian atas apa yang baru saja dia lakukan. Saya beranggapan bahwa anak memang sedang bereksplorasi. Tetapi jika eksplorasi tersebut mengganggu orang lain itu juga tidak bisa dibiarkan.



Setelah beberapa waktu ternyata Dian tidak bisa merubah perilakunya yang usil sehingga teman – teman yang lain sangat terganggu bahkan menangis. Maka saya coba untuk membahas ini di dalam kelas. Saya mencoba mengajak anak untuk melihat permasalahan ini dan mencoba menggali ide – ide mereka. Akhirnya anak – anak membuat kesepakatan yang kurang lebih berisi demikian:
  1. Jika membuat teman menangis, maka si pelaku wajib menyapu kelas selama tiga hari berturut – turut.
  2. Jika pelaku masih belum jera atau masih membuat teman menangis, maka Pak Guru wajib memperingatkan.
  3. Jika masih belum jera juga, maka pelaku wajib menyerahkan uang jajan hari kamis kepada Pak Guru untuk disimpan dan diserahkan kembali kepada pelaku selepas pulang sekolah (Sekolah mempunyai kebiasaan hanya jajan pada hari kamis, selain hari kamis anak – anak membawa bekal dari rumah).
Setelah kesepakatan dijalankan, saya kembali ke aktifitas semula dan hampir lupa dengan kesepakatan tersebut. Suatu hari waktu istirahat pertama, Salah satu siswa datang ke kantor guru dan melapor “Pak, Dian sudah membuat menangis teman 2 kali. Pak Guru silahkan memperingatkan Dian!” katanya. Saya terkesiap, “Oh.. baiklah nanti akan saya peringatkan” kata saya. Kemudian saya mendatangi Dian seperti yang disepakati. Saya tidak memarahi Dian dan hanya sekedar formalitas saja. Yang tidak terduga adalah pada hari kamis berikutnya. Kamis pagi Dian mendatangi kantor untuk menemui saya dan dengan rela dia menyerahkan uang jajannya karena dia sudah tiga kali membuat temannya menangis.

Setelah peristiwa tersebut ternyata Tami (salah satu anak kelas V) juga melakukan hal yang sama. Pada akhirnya dia juga dengan suka rela menyerahkan uang jajan yang sangat berharga bagi dia kepada saya. Setelah dua peristiwa yang mirip tersebut selesai, kelas V belum pernah ada yang menangis dan jahil diluar batas hingga saat ini.

Anak – anak bisa mengatasi masalah mereka sendiri jika mereka diajak untuk melihat peristiwa yang nyata yang mereka alami. Anak – anak bisa bertanggung jawab jika ide – ide mereka tersalurkan dan kita sebagai pendamping selalu memberi penghargaan bagi ide – ide mereka. Anak tidak ada yang nakal, mereka hanya perlu ruang untuk berkreasi.

https://mbek82.wordpress.com/2012/11/08/eksplorasi-anak/

No comments:

Post a Comment